NIKEL.CO.ID – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan telah melakukan lima langkah untuk menghadapi gugatan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel. Gugatan itu terdaftar dengan sengketa nomor DS592.
Langkah tersebut melingkupi konsolidasi, penunjukan firma hukum, penyusunan pernyataan bersama terkait gugatan, penyiapan data terkait gugatan serta membentuk tim untuk menyampaikan pembelaan di sidang.
“Untuk menghadapi gugatan DS592 tersebut telah dilakukan sejumlah langkah-langkah,” ujar Arifin dalam paparannya di Komisi VII, DPR, Senin (22/3/2021).
Arifin menjelaskan konsolidasi terkait dilakukan bersama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Konsultan Hukum yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marinves).
Kemudian, firma hukum yang telah ditunjuk mewakili Indonesia dalam menghadiri sidang Dispute Settlement Body (DSB) WTO dan menyusun tanggapan atas gugatan Uni Eropa adalah law firm Baker McKenzie di Jenewa dan Joseph Wira Koesnaidi (JWK) di Jakarta.
“Kami juga menyusun statement bersama dalam menanggapi pertanyaan media dan publik terkait isu DS592, sehingga seluruh pernyataan dari pejabat pemerintah terkait sejalan dengan argumentasi pembelaan Indonesia,” imbuhnya.
Selanjutnya, Kementerian ESDM pun menyiapkan data/informasi yang relevan dan analisa seluruh aturan-aturan yang terkait untuk mendukung proses penyelesaian sengketa di DSB WTO.
“Terakhir, pemerintah sedang menyiapkan Tim tenaga ahli untuk mendukung dan menyampaikan pembelaan di sidang,” tandasnya.
Sebelumnya, Uni Eropa(UE) menyampaikan permohonan kepada DBS WTO untuk menggelar agenda konsultasi dengan Indonesia tanggal 22 November 2019 terkait lima hal.
Pertama, larangan dan pembatasan ekspor bijih nikel. Kedua, persyaratan pemurnian dan pengolahan dalam negeri. Ketiga, persyaratan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Keempat, persyaratan perizinan ekspor; dan terakhir, skema pemberian subsidi yang dilarang.
Menanggapi hal tersebut, Indonesia telah melakukan konsultasi dengan UE pada 30-31 Januari 2020 dan selanjutnya UE secara resmi meminta pembentukan panel pertama pada 25 Januari 2021 yang disusul dengan pembentukan panel kedua pada 22 Februari 2021.
Kendati demikian, hal yang dipermasalahkan dalam panel tersebut hanya mencakup dua isu (dari semula lima isu) yakni pelarangan ekspor bijih nikel serta persyaratan pemrosesan dalam negeri karena melanggar Pasal XI (1) dari GATT 1994.
Kemudian, pada 8 Maret lalu, Indonesia menyusun dan mengajukan kriteria pemilihan panel pada tanggal dalam agenda preference meeting dan selanjutnya Indonesia menunggu penetapan anggota panel oleh Sekretariat DSB WTO.
Sumber: CNN Indonesia