Beranda Asosiasi Pertambangan Bappebti Gelar Outlook 2025, Fokus Pengembangan Nikel di Bursa Berjangka

Bappebti Gelar Outlook 2025, Fokus Pengembangan Nikel di Bursa Berjangka

1309
0
Sekum APNI Meidy katrin Lengkey saat memaparkan acara Outlook Bappebti Tahun 2025, Hotel Grand Zuri, BSD City, Tanggerang, Kamis (23/1/2025)

NIKEL.CO.ID, TANGGERANG – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menggelar acara Outlook Bappebti Tahun 2025 di Hotel Grand Zuri, BSD City, Serpong, Tangerang Selatan.

Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan menyinergikan program kerja Bappebti dengan para pemangku kepentingan, dengan mengangkat tema “Pengembangan Nikel pada Bursa Berjangka dalam Meningkatkan Perdagangan Nikel di Dalam Negeri dan Ekspor.”

Narasumber yang hadir memberikan berbagai pemaparan terkait pentingnya sektor nikel bagi perekonomian Indonesia.

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi industri nikel Indonesia, seperti dampak dari Undang-Undang Minerba dan kebijakan baru mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE). Ia menegaskan bahwa kebijakan DHE yang mengharuskan hasil ekspor untuk diparkir selama setahun menjadi salah satu tantangan besar bagi pengusaha.

Namun, ia juga menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam industri nikel, dengan cadangan yang melimpah dan peran penting di pasar global.

“Pada tahun 2023, Indonesia memegang 53% dari total produksi nikel dunia, dan pada 2024, angka tersebut naik menjadi 63%. Secara total, ekspor nikel Indonesia tercatat menghasilkan revenue sebesar US$20 miliar dari Januari hingga November 2024,” ujar Meidy dalam paparannya, Kamis (23/1/2025).

Indonesia dikenal memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yakni sekitar 23% dari total cadangan global. Meidy menambahkan bahwa nikel Indonesia tidak hanya memiliki jumlah cadangan yang besar, tetapi juga memiliki kualitas yang sangat baik, menjadikannya sangat strategis bagi pasar dunia.

“Indonesia memiliki 47 mineral kritis, dan nikel adalah salah satu yang paling strategis, baik dari segi cadangan maupun produksi,” ujarnya.

Selain itu, dia mengungkapkan bahwa cadangan nikel terbesar tersebar di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Indonesia Timur, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Meskipun demikian, tantangan dalam pengelolaan dan tata niaga perlu menjadi perhatian agar potensi besar ini dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Di sisi lain, perkembangan industri pengolahan nikel juga cukup menggembirakan. Hingga 2024, terdapat 395 perusahaan yang memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel di Indonesia. Pabrik pengolahan nikel yang tersebar di seluruh Indonesia turut mendukung pengembangan produk nikel olahan, yang sebagian besar diekspor ke pasar internasional.

“Indonesia telah membangun 49 pabrik smelter nikel, dengan total kapasitas 226 line smelter. Hampir 99% dari produk olahan nikel Indonesia diekspor ke luar negeri,” tambahnya.

Ke depan, Meidy optimistis bahwa Indonesia bisa lebih berkembang dalam sektor nikel, terutama dengan dukungan regulasi yang lebih jelas dan penyelesaian masalah dalam pembiayaan pembangunan smelter. Hal ini diharapkan dapat mendorong nilai tambah lebih besar bagi perekonomian Indonesia, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar nikel global.

Dalam acara tersebut, Bappebti juga menekankan pentingnya pengembangan perdagangan nikel di bursa berjangka sebagai langkah strategis untuk meningkatkan transparansi dan stabilitas pasar, serta membuka peluang baru bagi para pelaku pasar dan investor. (Shiddiq).