
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) berencana membentuk Indonesia Metal Exchange (IME) khusus komoditas nikel. Pembentukan IME ditargetkan rampung pada 2025.
Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, menerangkan, salah satu alasan dibentuknya IME ialah untuk pengelolaan nikel yang lebih transparan, juga diharapkan nantinya harga nikel Indonesia dapat terkontrol dengan baik.
Pembentukan IME juga dipengaruhi potensi nikel yang sangat besar yang dipunyai Indonesia.
Berdasarkan Kepmen ESDM RI, Nomor: 132.K/GL.01/MEM.G/2024 tentang Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Nasional Tahun 2023, total sumber daya bijih nikel di Indonesia sebesar 18,5 miliar ton, total cadangannya 5,3 miliar ton, total produksi pada 2023 itu sebesar 175.617.183 ton.
Sayangnya, dengan potensi yang besar tersebut, Indonesia masih berpatokan pada bursa dagang lular negeri, seperti London Metal Exchange (LME) dan Shanghai Metals Exchange (SMM), sebagai patokan harga bijih nikel Indonesia. Bukan hanya nikel, tetapi semua mineral.
“Dengan sumber daya, cadangan, dan produksi terbesar, serta banyaknya pengolahan nikel di Indonesia, maka saya rasa sudah waktunya kita punya power sendiri. Sehingga, kita tidak tergantung lagi kepada negara lain,” ujar Meidy dalam ID TV, Selasa (3/9/2024).
Ia sangat menyayangkan apabila harga nikel masih berpatok kepada negara lain sementara Indonesia sudah memiliki brand nikel sendiri.
“Kan sayang banget, kita sudah punya brand nikel Indonesia, tapi harga kita ini masih berpatok kepada negara negara lain. Kita punya kesempatan dan kekuatan untuk membuat bursa sendiri, bursa komoditas nikel kita sendiri,” jelasnya.
Keinginan mempunyai bursa sendiri bukan tanpa dasar. Bahwa produksi nikel Indonesia terbesar di dunia dan pelaku usahanya juga banyak di Indonesia itu adalah fakta dan menjadi dasar IME harus dibentuk.
“Yang paling penting adalah bagaimana kita mengontrol producer dan buyer. Jadi, kita di posisi producer, bagaimana sih controling pemerintah, monitoring pemerintah dalam transaksi di perdagangan nikel secara keseluruhan. Bukan hanya di upstream-nya atau bijih nikelnya, tetapi di produk-produk olahan nikelnya, seperti nickel pig iron (NPI), feronikel, nikel matte, bahkan ke stainless steel,” katanya.
Ia juga menambahkan, saat ini Indonesia sudah memiliki mixed hydroxide precipitate (MHP), nikel sulfat. Sampai sudah terbentuknya sistem untuk baterai kendaraan listrik.
“Nah ini amat sangat kita perhatikan. Dalam waktu dekat kita sudah mempunyai bursa komoditas nikel atau Indonesia Metal Exchange. Kan ini branding juga ya. Itu yang sudah kita sampaikan kepada pemerintah,” tuturnya. (Lili Handayani)