Beranda Berita Nasional Pemerintah atau Vale yang Berdaulat atas Pertambangan Nikel Indonesia: Ayo Simak!

Pemerintah atau Vale yang Berdaulat atas Pertambangan Nikel Indonesia: Ayo Simak!

1652
0

NIKEL.CO.ID, 17 JULI 2023 – Penguasaan saham PT Vale Indonesia di tanah air oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui perusahaan BUMN yaitu Mining Industry Indonesia (MIND ID) terhadap saham mayoritas PT Vale agar menjadi pemilik saham mayoritas atau minimal 51% saham telah menjadi polemik yang sengit akhir-akhir ini.

Beragam tanggapan, diskusi dan perdebatan mengisi ruang-ruang media pemberitaan maupun Kementerian/Lembaga negara hingga sampai di ruang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), khususnya di Komisi Vll yang membidangi sektor pertambangan pun bersuara dan mengeluarkan statemennya masing-masing terhadap saham PT Vale. 

Tentu hal ini mendatangkan perhatian publik, baik pemerintah pusat, para pengamat pertambangan, khususnya masyarakat dan pemerintahan daerah sekitar tambang. Mereka berharap agar adanya kesejahteraan ekonomi dan kehidupannya dengan adanya pertambangan PT Vale selama ini. 

Namun, sayangnya hal ini belum dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintahan daerah sekitar daerah pertambangan nikel PT Vale hingga saat ini.  

Atas polemik tersebut dari Perhimpunan Ahli Tambang Indonesia mengungkapkan beberapa hal penting mengenai divestasi PT Vale yang sesuai Undang-Undang Mineral Batubara (Minerba) Nomor 3 Tahun 2020, Perusahaan asing yang ada di Indonesia bila ingin memperpanjang kontrak karya (KK/Izin Usaha Pertambangan) harus melepaskan saham/divestasi sebesar 51%. 

Saat ini, sudah hampir setengah abad Vale melakukan penambangan di Indonesia dan kontrak karyanya akan berakhir pada 28 Desember 2025 nanti. 

Sekretaris Umum Perhapi, Resvani, mengatakan,terkait undang-undang Minerba tentang divestasi itu sudah ada peraturannya, tinggal diiukuti saja undang undang dan aturan turunannya. Pembelian saham dari perusahaan tambang asing yang melepaskan sahamnya sebesar 51% kepada Indonesia.

“Sepemahaman saya proses divestasi dimulai dengann penawaran saham secara berurutan ke pemerintah, BUMN/ BUMD, swasta nasional, dan bursa efek Indonesia.” kata Resvani kepada nikel.co.id melalui percakapan telepon, Senin (17/7/2023).

Menurutnya, sesuai peraturan bahwa melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini masih masuk dalam ranah nasional. Sehingga jika ingin mengetahui siapa saja yang membeli saham vale di market BEI bisa saja ditanyakan BEI. Namun tentunya saham tersebut dapat berputar dan berganti-ganti pemiliknya, namanya juga saham publik. Hal tersebut juga diatur tidak hanya bagi Kontrak Karya PT Vale tapi juga bagi perusahaan-perusahaan KK lainnya sebelum dan sesudah Vale, “ujarnya.

Dia memaparkan, permasalahan divestasi 51% saham PT Vale oleh negara Indonesia harus di jelaskan  secara clear dari sisi peraturan. Intinya 51% itu adalah untuk pihak nasional. Tidak harus dikuasai oleh satu pihak saja.

Kemudian yang kedua terkait dengan tujuan kontrol dan kendali operasional dan konsolidasi keuangan oleh negara yang merupakan tujuan divestasi saham mayoritas, secara filosofi, peran tersebut bisa dicapai melalui fungsi regulator dan fiskal. Ingat bahwa perpanjangan KK itu sekaligus perubahan rezim KK yang bersifat lex specialis menjadi prevailing dalam bentuk IUPK. Pemegang IUPK wajib menaati seluruh peraturan perundangan yang berlaku  baik terkait operasional, safety lingkungan, pemasaran, maupun fiskal.

Maksudnya, kata dia, pengendali yaitu semua aturan main pada saat ia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) maka dia harus mengikuti UU ataupun peraturan yang dibuat oleh pemerintah RI bersama dengan DPR RI. 

“Pada saat perubahan kontrak karya tidak lagi dalam rezim kontrak maka sebenarnya negara kita telah dapat melakukan kontrol 100% terhadap berjalannya kegiatan operasi produksi, pemasaran dan fiskal melalui peraturan perundangan yang di buat oleh negara sendiri,” paparnya.

Namun ia yakin, divestasi itu tujuannya lebih kepada memberikan manfaat lebih lagi kepada negara dari sisi deviden termasuk juga memberikan faktor pengendali managemen perusahaan. Maka dalam hal ini perusahaan yang akan menjadi pemilik mayoritas saham musti perusahaan yang telah terbukti memiliki kinerja Good Corporate Governance yang terbaik. Jika tidak maka perusahaan yang berada dalam kendalinya akan terseok-seok kedepannya, dan ini akan berpotensi merugikan negara sebagai penguasa sumberdaya alam yang seharusnya mendapatkan manfaat secara sustainable.

Resvani menuturkan kekhawatirannya, dimana justru pada saat jika divestasi dilakukan tetapi sumber dana untuk melakukan akuisisi dari saham yang divestasinya itu tidak 100% atau tidak berasal dari dana dalam negeri. Sumber dana pembelian saham itu bisa saja berasal dari asing yang tentunya melalui mekanisme dan perjanjian-perjanjian tertentu. 

“Inilah yang harus kita buka sebenarnya di media itu seperti apa setiap divestasi yang dilakukan, sumber dananya darimana, kemudian jika sumber dananya adalah pinjaman, maka sistem peminjaman dananya seperti apa, hak dan kewajibannya bagaimana?” ujarnya.

Dia menjelaskan, divestasi ini sangat sensitif karena menyangkut pembelian saham yang memerlukan sumber dana yang sangat besar sehingga harus benar-benar dapat memberikan hasil dan manfaat besar kepada negara, jangan sampai kontraproduktif apa lagi sampai berpotensi merugikan negara. Semoga kita terhindar dari hal yang seperti itu, “tutupnya

Tanggapan Dari Pemerintah Daerah Tambang PT Vale

Kepala Dinas (Kadis) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Andi Azis mewakili Gubernur H. Ali Mazi dalam Workshop Virtual Institiut Energi Pertambangan dan Industri Strategis (INPIST) yang diikuti nikel.co.id, pada Rabu (11/1/2023).

Sikap Pemprov Sultra, sebenarnya sama dengan sikap kedua provinsi lainnya, di sektor pertambangan nikel yang dikelola PT Vale Indonesia dalam bentuk Kontrak Karya. KK PT Vale dari semula seluas 60 ribu hektar, belakangan tinggal sekitar 25 ribu hektare di Sultra.

Menyambung hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI belum lama ini, pada intinya Pemerintah Sulawesi Tenggara mendukung hasil Keputusan Mahkamah Konsitusi. Meskipun demikian, Pemprov Sultra, Pemprov Sulsel dan Pemprov Sulteng yang daerahnya menjadi proyek PT Vale untuk duduk bersama. 

“Dari hasil diskusi kami terkait rencana perpanjangan KK PT Vale, meskipun keputusan ini tidak harus memperpanjang KK, Pemprov Sultra masih berharap dari lebih 50 tahun di daerah kami kita bisa duduk bersama,” tutur Andi Azis.

Ia mengutarakan, sebenarnya bukan hanya PT Vale, namun seluruh perusahaan mineral dan batu bara, pengelolaannya dirasakan nyaris tidak memberikan sesuatu yang sangat wah di daerah masing-masing.

“Tentu kita tidak bisa langsung menyalahkan pihak investor. Karena itu, kita harus duduk bersama untuk mengkolaborasikan target dari PT Vale dan keinginan pemerintah daerah. Hal yang tidak berjalan sekian puluh tahun menurut Pemprov Sultra adalah multiplier effect dari keberadaan seluruh perusahaan pengelolaan sumber daya alam di Sultra,” tukasnya.

Untuk sektor minerba, lanjutnya, Pemprov Sultar melihat ibarat lokomotif yang berjalan sendiri. Padahal banyak gerbong lokomotif yang ikut serta dalam pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Sultra.

Menurutnya, jika daerah hanya bertumpu pada penghasilan atau kontribusi dari minerba bisa berdiri sendiri, sampai kapan pun harapan itu tidak akan tercapai, sesuai UUD 1945 Pasal 33 bahwa pengelolaan sumber daya alam Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Karena itu, Pemprov Sultra mengajak kepada seluruh stakeholder bekerja sama, karena persoalan pertambangan bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM. Namun tanggung jawab seluruh sektor dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan multiplier effect.

“Kita memang ingin daerah kita masing-masing terbangun. Selain juga Vale meningkatkan kepedulian, kita sendiri harus meningkatkan kesadaran. Kita berharap ada sharing antara Vale dengan pemerintah daerah,” harapnya .

Ia kembali menekankan, pengelolaan SDA bisa berjalan dengan baik jika ada kerja sama dengan semua sektor. Jikalau hanya mengharapkan bagi hasil, mengharapkan pajak, Andi Azis pesimistis pertumbuhan ekonomi di daerah penghasil SDA akan tercapai.

“Karena sesungguhnya pertumbuhan ekonomi yang kita harapkan dari multipler effect,” katanya. 

KK (Kontrak Karya)Vale diteken sejak 1968 lalu dan telah mengalami perpanjangan satu kali pada 1996. Ini berarti Vale sudah 55 tahun menambang nikel di Sulawesi, Indonesia.

Bila merujuk dengan perundang-undangan yang baru dibuat oleh pemerintah maka sesuai dengan amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), perusahaan asing harus melepas (divestasi) 51% sahamnya kepada pihak Indonesia, sebelum melakukan perpanjangan KK. 

Sehingga seharusnya, Indonesia sudah menguasai saham mayoritas PT Vale setidaknya 51%. Namun nyatanya hingga saat ini, mayoritas sahamnya masih dikuasai asing. Mayoritas saham Vale yang kini dimiliki Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15%.

Sedangkan saham murni yang dikuasai Indonesia hanya 20% yang dimiliki melalui Holding BUMN Tambang MIND ID, sementara 20,7% merupakan saham publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga belum tentu murni dimiliki Indonesia.

Saat ini menurut laporan pemegang saham efek pada Juli 2023 komposisi pemegang saham PT Vale Indonesia adalah Vale Canada Limited sebanyak 43,79%, MIND ID 20 persen, Sumitomo Metal Mining 15,03%, dan publik 20,49%.

Sementara, pada Selasa, 13 Juni 2023, dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi Vll DPR RI dengan Kementeian ESDM, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut, Vale akan mendivestasikan 14% sahamnya. 

Angka ini di atas ketentuan yang harus dilepas yakni 11%. Jika benar Vale akan melepas saham 14% dan diserap holding BUMN pertambangan MIND ID, maka MIND ID akan menguasai saham 34% lebih besar dari sebelumnya, yaitu 20% saham Vale. Saat ini, sebanyak 43,79% saham dipegang Vale Canada Limited, 15,03% Sumitomo Metal Mining Co Ltd dan 21,18% pubik.

Wakil Komisi Vll DPR RI, Maman Abdurrahman, mengatakan, saat membacakan kesimpulan RDP tersebut, terkait masalah divestasi saham Vale yang telah dibahas antara Komisi VII dan Menteri ESDM Arifin Tasrif. 

Adapun kesimpulan rapat itu di antaranya yakni Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM Arifin Tasrif mendukung holding BUMN pertambangan MIND ID mendapat porsi saham pengendali PT Vale Indonesia Tbk.

“Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM dalam proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk agar mendukung MIND ID untuk menjadi saham pengendali guna mendapatkan hak pengendalian operasional dan financial consolidation sebagai bentuk penguasaan negara melalui BUMN,” kata Wakil Ketua Komisi VII Maman Abdurrahman. 

Sementara Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan, menilai, rencana divestasi saham Vale harus berlandaskan pada komitmen kedaulatan mineral. Dengan kata lain, sumber daya mineral harus dikelola sendiri oleh bangsa Indonesia sesuai amanat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan penguasaan bangsa Indonesia dalam mengelola kekayaan alam. 

Menurutnya penguasaan ini termasuk pada pengendalian saham. Sehingga bangsa Indonesia sendiri yang menjadi penentu utama arah kebijakan pengelolaan tambang.

“Terkait dengan rencana divestasi saham PT Vale Indonesia sebesar 11% sebagai syarat perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) haruslah ditinjau secara kritis. Divestasi adalah keharusan sebagaimana amanat UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” kata Syarief dikutip CNBC Indonesia, pada Jumat (7/7/2023).

Menurutnya, rencana divestasi saham Vale harus sesuai dengan perintah UU Minerba. Dimana penguasaan saham oleh bangsa Indonesia minimal sebesar 51%.

Dia mengungkapkan, bila divestasi itu gagal menempatkan Indonesia sebagai pihak pengendali, maka divestasi itu dinilai kurang optimal. Karena seharusnya divestasi bukan pengalihan saham secara cuma-cuma, melainkan ada uang negara yang digelontorkan.

Ia juga memaparkan, Vale merupakan perusahaan pertambangan nikel yang dibutuhkan untuk bahan baku kendaraan listrik. Sehingga ini adalah momentum yang harus dimanfaatkan secara optimal.

Kedaulatan mineral adalah narasi besar yang mesti diwujudkan. Menghabiskan uang rakyat untuk divestasi yang setengah-setengah adalah bentuk kebijakan yang tidak tepat arah. 

“Kita mesti berdaulat dalam mengelola kekayaan alam kita. Inilah saatnya kita menegakkan amanat konstitusi dengan berani dan bertanggung jawab,” pungkasnya. (Shiddiq)