NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Dunia industri pertambangan Indonesia tengah dihadapkan dengan serangkaian tantangan berat, mulai dari regulasi yang terus berubah hingga isu-isu ekonomi global yang mempengaruhi sektor ini.
Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menegaskan bahwa saat ini asosiasi-asosiasi pertambangan, termasuk APNI dan IMA, memiliki tujuan yang sama untuk memperjuangkan nasib industri pertambangan nasional. Kolaborasi antara asosiasi ini sudah dilakukan sejak hampir setahun terakhir.
“Semua organisasi pertambangan sama, tidak ada yang berbeda. Perjuangan kita juga sama. Kami di asosiasi APNI dan IMA, serta asosiasi lainnya, seperti yang disampaikan oleh Pak Ketum APNI, Komjen Pol Purn Drs Nanan Soekarna tadi, telah menggagas sekretariat bersama. Di sini kami terus berkomunikasi, berbagi informasi terkait regulasi dan kebijakan, dan mengkaji bersama-sama untuk menindaklanjuti isu-isu yang ada,” ujar Hendra dalam sambutan diskusi dan konferensi pers APNI Wacana Kenaikan tarif Royalti Pertambangan Nikel, di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Dia juga menyoroti pentingnya kolaborasi yang baik dalam menangani berbagai isu yang muncul, seperti isu royalti yang menjadi topik pembicaraan utama dalam beberapa bulan terakhir. Menurutnya, isu royalti ini datang di tengah serangkaian tantangan lain yang sudah dihadapi industri pertambangan.
“Tadi disampaikan oleh Meidy, Sekretaris Umum APNI, bahwa isu royalti sudah mulai terdengar sejak awal Januari. Namun pada waktu itu kami dihadapkan dengan isu-isu lain seperti biodiesel B40, DHE, PPh 12%, serta global minimum tax. Ini merupakan beban yang cukup berat bagi industri, apalagi pada awal tahun kami juga menghadapi masalah harga batu bara yang terus stagnan sejak 2018,” terang Hendra.
Terkait dengan isu royalti yang menjadi perhatian utama, Hendra menjelaskan bahwa industri pertambangan sudah sangat terbebani dengan berbagai kewajiban akibat regulasi yang sering berubah.
“Industri ini sudah terbebani oleh berbagai kewajiban, dan regulasi yang terus berubah-ubah semakin memperburuk kondisi ini. Kami juga harus menghadapi kenyataan bahwa harga komoditas global saat ini sedang turun, dan ekonomi global serta ekonomi lokal juga dalam kondisi yang kurang menguntungkan,” ungkapnya.
Pihak IMA, lanjut Hendra, telah mengajukan surat kepada pemerintah untuk menyampaikan berbagai argumentasi terkait dampak kebijakan royalti yang semakin meningkat. Dalam surat tersebut, IMA menyampaikan data dan posisi yang menunjukkan bahwa banyak komoditas, seperti nikel dan tembaga, menghadapi ancaman kenaikan royalti yang cukup signifikan.
“Kami menyampaikan beberapa data dan argumentasi ke pemerintah. Kami juga menyampaikan perbandingan royalti untuk komoditas lain selain nikel, termasuk tembaga. Kami berharap bahwa pemerintah bisa mempertimbangkan dengan bijak, mengingat situasi saat ini,” jelasnya.
Salah satu hal yang ditekankan oleh Hendra adalah potensi dampak negatif terhadap target-target pemerintah yang bisa saja tidak tercapai jika kebijakan ini diteruskan.
“Jika kondisi ekonomi terus terkontraksi, baik di tingkat global maupun lokal, maka ini bisa berdampak pada industri dan mempengaruhi target-target yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” tambahnya.
Kolaborasi antara IMA, APNI, dan asosiasi lainnya terus berjalan dengan semangat untuk menciptakan solusi bersama yang dapat membantu sektor pertambangan tetap berdaya saing, sekaligus menjaga keberlanjutan industri. Pemerintah diharapkan dapat mendengarkan suara-suara ini agar kebijakan yang diambil lebih bijaksana dan dapat menguntungkan bagi semua pihak, baik pemerintah, pelaku industri, maupun masyarakat. (Shiddiq)