NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyoroti perlunya evaluasi terhadap kebijakan pemangkasan kuota produksi nikel guna menjaga keseimbangan pasar.
Dalam wawancara seusai Rapat Laporan Kinerja APNI 2024, di Kantor DPP APNI, pada Kamis (30/1/2025), Sekretaris Umum (Sekum) APNI, Meidy Katrin Lengkey, menegaskan bahwa pemangkasan kuota akan sulit dilakukan karena Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) selama tiga tahun telah disetujui.
“Kan tidak mungkin. Bagaimana pemangkasan kuota bisa dilakukan jika RKAB sudah disetujui untuk tiga tahun? Itu tidak mungkin, kecuali RKAB diajukan setiap tahun”, tegasnya.
Menurutnya, masalah yang dihadapi sekarang adalah perusahaan yang sudah mendapatkan RKAB selama tiga tahun tidak mungkin dicabut kembali.
“Pemerintah sebenarnya dapat meninjau kembali kapasitas permintaan dan jumlah RKAB yang diberikan agar tetap seimbang. Namun, karena RKAB kini disetujui untuk tiga tahun, banyak perusahaan yang sudah memperoleh persetujuan, dan izin tersebut tidak bisa begitu saja dicabut,” tambahnya.
Selain faktor domestik, kebijakan energi Amerika Serikat juga turut mempengaruhi pasar nikel. Dengan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS, mandat kendaraan listrik (EV) dicabut, serta AS keluar dari Paris Agreement.
“Tentu ini berpengaruh terhadap produksi bahan baku baterai, dan otomatis berdampak juga pada nikel kita,” jelasnya.
Sementara itu, harga nikel di London Metal Exchange (LME) tercatat sebesar US$15.394 per dmt pada 30 Januari 2025, masih tertekan akibat surplus pasokan dan melemahnya permintaan global.
Dari sisi pasokan dan permintaan, libur Imlek menyebabkan sebagian besar perusahaan hilir menyelesaikan stok lebih awal, mengakibatkan stagnasi pasar spot.
Permintaan domestik juga cenderung lemah pada Januari, sementara pasokan tetap tinggi meskipun ada pengurangan produksi di beberapa perusahaan. Data dari Shanghai Metals Market (SMM) menunjukkan total inventaris di enam wilayah mencapai 41.273 mt, dengan surplus pasokan yang tetap tidak berubah.
Memasuki Februari, industri masih berada dalam periode sepi akibat libur. Dengan kondisi surplus pasokan, produksi nikel diperkirakan turun 0,4% MoM tetapi meningkat 22% YoY. (Aninda)