NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyikapi pemberian konsesi lahan tambang kepada Perguruan Tinggi atau kampus maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan sangat berhati-hati.
Pemberian konsesi tambang itu dilakukan pemerintah melalui Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang sedang menunggu pengesahan di DPR.
Hal ini dikemukakan Bahlil saat ditemui rekan media usai menghadiri sebuah acara, dirinya mengakui baru pulang dari kunjungan kerja ke India. Ia perlu mempelajari materi revisi UU minerba yang baru diterimanya itu.
“Saya kebetulan baru pulang dari India, jadi belum sempat membaca materinya. Nanti setelah saya baca, akan kami pelajari lebih dalam. Baru setelah itu kami akan memberikan siaran pers resmi,” ujar Bahlil ketika ditanya wartawan mengenai isu tersebut di Westin Hotel, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Dia menjelaskan, meskipun DPR dan eksekutif memiliki tugas dan kewenangan yang berbeda, pihaknya siap mempelajari lebih lanjut apabila draf revisi telah diserahkan.
“DPR itu lembaga legislatif, kami eksekutif. Nanti, setelah kami terima, baru kami pelajari baik-baik,” jelasnya.
Terkait dengan alasan mengapa konsesi tambang diberikan kepada universitas, UMKM, dan ormas keagamaan, ia menilai bahwa niat yang terkandung dalam rencana tersebut cukup positif.
“Ini sebuah niat yang baik dalam rangka mengembalikan roh dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, yang menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam negara harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan pengusaha,” tuturnya.
Namun, Bahlil juga menegaskan bahwa sebelum memberikan pernyataan lebih lanjut, pihaknya akan menunggu kajian akademik terkait isu ini.
“Maksud dan pertimbangan di balik pemberian konsesi tambang kepada pihak-pihak tersebut masih perlu dipahami lebih jauh melalui kajian akademik yang mendalam,” pungkasnya.
Dengan respons ini, Bahlil menunjukkan sikap hati-hati dan mendalam terhadap kebijakan yang akan diterapkan, demi memastikan bahwa keputusan tersebut tetap berpihak pada kepentingan rakyat, sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. (Shiddiq)