NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Langkah Amerika Serikat (AS) keluar dari Paris Agreement dapat berdampak besar terhadap kebijakan lingkungan global, termasuk bagi Indonesia. Hal itu mendapat sorotan Hashim Djojohadikusumo dalam pidato kuncinya di ESG Sustainability Forum 2025, CNBC Indonesia dan Transmedia Group, Menara Bank Mega, Jumat (31/1/2025).
Pengusaha itu mengungkapkan bahwa keputusan Presiden AS saat ini menarik diri dari perjanjian yang ditandatangani pada 2015 itu menimbulkan ketidakpastian bagi berbagai negara yang selama ini telah berupaya menurunkan emisi karbon.
Ia mempertanyakan keadilan dalam tuntutan internasional terhadap Indonesia, mengingat negara-negara maju, seperti AS, menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih besar.
“Amerika menghasilkan 13 ton karbon per tahun per kapita, China 7 ton, dan Indonesia hanya 3 ton. Namun, kita terus didorong untuk menutup pembangkit listrik tenaga uap kita. Di mana rasa keadilannya?” ujarny
Hashim juga menyinggung bagaimana negara-negara lain, seperti India, mungkin akan mengambil langkah serupa jika AS terus absen dalam komitmen pengurangan emisi. Hal ini, menurutnya, bisa berdampak pada efektivitas kebijakan global terkait perubahan iklim.
Lebih lanjut, pria kelahiran 5 Juni 1954 ini menjelaskan rencana pemerintah Indonesia untuk mengatasi tantangan lingkungan hidup, termasuk pembangunan tanggul laut sepanjang 700 km dari Malden, Republik Kiribati, hingga Jawa Timur.
Proyek ini, yang sudah dirancang sejak 1994, bertujuan melindungi jutaan hektare lahan sawah dari ancaman kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim.
“Apa gunanya kita membangun food estate di Kalimantan dan Papua Selatan kalau nantinya jutaan hektare lahan sawah di Pantai Utara Jawa hilang karena air laut masuk?” tanyanya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut bahwa pemerintah akan menutup semua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada 2040. Ia menegaskan bahwa tidak akan ada pembangunan pembangkit baru setelah tahun tersebut, tetapi yang sudah ada tetap beroperasi untuk menjaga kestabilan ekonomi.
Selain itu, ia mengumumkan rekomendasi terbaru dari tim yang dipimpinnya terkait perdagangan karbon. Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Dewan Ekonomi Nasional, merekomendasikan agar perdagangan karbon internasional dibuka di Indonesia guna meningkatkan likuiditas pasar domestik.
“Kami yakin, presiden akan menyetujui langkah ini. Dengan perdagangan karbon internasional, investor luar negeri bisa masuk dan mendukung pasar karbon di dalam negeri yang saat ini masih memiliki volume perdagangan sangat kecil,” jelasnya.
Hasyim menutup pidatonya dengan menekankan bahwa Indonesia harus menyesuaikan kebijakan lingkungannya dengan ketidakpastian global.
“Kita ingin menjadi good boy, tapi kalau the big boys tidak demikian, bagaimana kita menyikapinya?” tegasnya. (Aninda)