Beranda Pemerintahan Indonesia Fokus Dekarbonisasi Sektor Nikel di Lokakarya RMI

Indonesia Fokus Dekarbonisasi Sektor Nikel di Lokakarya RMI

712
0

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Indonesia kembali menegaskan komitmennya untuk mendukung transisi energi global melalui dekarbonisasi sektor nikel dan aluminium. Hal itu disampaikan Direktur Industri Logam, Direktorat Jenderal (Ditjen) Industri, Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin), Rizky Aditya Wijaya, pada Workshop Accelerating Nickel and Aluminum Decarbonization through Enhanced Emission Transparency.

Dalam sambutannya, Rizky menekankan pentingnya posisi strategis Indonesia di lanskap mineral kritis global pada lokakarya (workshop) yang diselenggarakan Rocky Mountain Institute (RMI) di J.W. Marriott, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

“Indonesia memiliki cadangan melimpah berupa nikel, bauksit, tembaga, kobalt, dan unsur tanah jarang. Sumber daya ini menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam transisi energi global,” ujar pria kelahiran tahun 1982 ini.

Indonesia tercatat sebagai produsen nikel terbesar dunia, dengan cadangan mencapai 52% dari total cadangan nikel global. Pada 2023, Indonesia menyumbang 1,6 juta metrik ton nikel, setara dengan 45% pasokan global.

“Posisi ini memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung kendaraan listrik dan sistem energi terbarukan,” tambahnya.

Sejak diberlakukannya larangan ekspor bijih nikel mentah pada 2020, Indonesia telah membangun lebih dari 50 smelter nikel dengan kapasitas pengolahan gabungan melebihi 30 juta ton per tahun. Langkah ini berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor, yang pada 2024 mencapai lebih dari US$20 miliar.

Meski memiliki pencapaian besar, ia menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Indonesia, seperti emisi karbon dari proses penambangan dan pemurnian.

“Transparansi emisi dan kerangka akuntansi karbon yang kokoh sangat penting untuk menghadapi tantangan ini. Dengan melacak dan mengelola emisi secara akurat, kita dapat meningkatkan efisiensi energi dan beralih ke produk rendah karbon,” katanya.

Pria lulusan Teknik Kimia Universitas Indonesia ini juga menyoroti pentingnya integrasi energi terbarukan dalam operasi industri. Dengan potensi energi terbarukan lebih dari 20,9 GW dari sumber geothermal dan hidroelektrik, Indonesia siap mendukung kebutuhan energi sektor nikel dan aluminium secara berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia terus berkomitmen mendorong kolaborasi dengan para pemangku kepentingan melalui kebijakan yang mendukung keberlanjutan industri.

“Melalui kemitraan, inovasi, dan komitmen bersama, Indonesia dapat mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin global dalam rantai nilai mineral kritis sambil memenuhi target net zero emission,” tegasnya.

Acara lokakarya ini menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan, kolaborasi, dan inovasi. RMI menghadirkan platform bagi para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari solusi atas tantangan dan memanfaatkan potensi mineral kritis Indonesia.

Sebagai penutup, ia mengajak semua pihak untuk memperkuat visi bersama menuju masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera.

“Melalui dekarbonisasi, kita tidak hanya merespons permintaan global tetapi juga membentuk arah industri yang akan mendefinisikan abad ke-21. Bersama-sama, kita dapat membangun Indonesia yang tangguh, berkelanjutan, dan kompetitif di kancah global,” pungkasnya. (Aninda)