Beranda Asosiasi Pertambangan Penanggulangan Peti Jadi Fokus Perhapi untuk Menjaga Potensi SDA Indonesia

Penanggulangan Peti Jadi Fokus Perhapi untuk Menjaga Potensi SDA Indonesia

2131
0
Waketum Perhapi saat acara Mining Zone CNBC Indonesia, Selasa (17/12/2024).

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum (Waketum) Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Resvani, kembali menyoroti persoalan klasik yang terus menjadi ancaman bagi sektor pertambangan Indonesia, yaitu pertambangan tanpa izin (Peti).

Hal itu disampaikannya dalam program Closing Bell, CNBC Indonesia, Selasa, 17 Desember 2024. Resvani mengatakan, masalah tersebut bukan hal baru dan telah menjadi tantangan serius bagi bangsa Indonesia selama bertahun-tahun. Dia berharap pemerintah saat ini dapat lebih serius dalam menangani persoalan ini dengan menggunakan segala kekuatan yang ada.

“Masalah Peti ini sudah ada dari tahun ke tahun dan merupakan persoalan bangsa yang tidak kunjung selesai. Kami sangat berharap pemerintah yang sekarang lebih peduli dan bisa menggunakan segala potensi untuk memberantas Peti ini dengan cepat dan tuntas,” ujarnya dengan penuh harapan.

Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan potensi sumber daya alam yang sangat besar, terutama mineral dan batu bara. Cadangan berbagai komoditas tambang negara ini menempati posisi teratas. Misalnya, cadangan nikel Indonesia masih sekitar 5 juta ton, sementara cadangan batu bara mencapai 31 miliar ton. Jika dihitung dalam nilai moneter, potensi tersebut setara dengan sekitar US$5 triliun atau Rp75.000 triliun.

“Bayangkan saja, dengan potensi sebesar ini, Indonesia seharusnya memiliki kekuatan fiskal yang sangat besar. Dalam konteks APBN kita yang hanya sekitar Rp 2.800 triliun per tahun, sebenarnya kita bisa bertahan lebih lama jika kita mengelola potensi ini dengan benar,” katanya menjelaskan.

Namun, penambangan ilegal atau Peti mengakibatkan kerugian yang sangat besar, baik dari sisi finansial maupun lingkungan. Bahkan, ia menyebutkan bahwa potensi penerimaan negara yang hilang akibat Peti bisa mencapai Rp300 triliun, bisa jadi lebih besar lagi. Ini belum termasuk kerusakan alam yang disebabkan oleh kegiatan penambangan ilegal yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip pertambangan yang berkelanjutan.

“Kerugian akibat Peti sangat signifikan. Di Indonesia ada 4.300 Izin Usaha Pertambangan (IUP), 1.795 di antaranya adalah IUP minerba. Namun, jumlah titik lokasi Peti mencapai 2.741 titik. Jadi, secara jumlah saja, Peti ini sudah sangat besar, dan tentu saja ini berimplikasi langsung pada penerimaan negara,” ujarnya.

Selain dampak finansial, kerusakan lingkungan akibat Peti juga sangat memprihatinkan. Ia menegaskan bahwa penambang ilegal tidak memiliki komitmen untuk mengikuti praktik pertambangan yang baik, yang menyebabkan kerusakan ekosistem, kecelakaan kerja, hingga hilangnya cadangan mineral yang tidak dapat ditambang lagi karena tidak dikelola dengan benar.

“Siapa yang akan bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan ini? Peti tidak akan memperhatikan aspek keselamatan kerja, konservasi alam, maupun pemulihan pasca tambang. Ini adalah masalah besar yang harus kita hadapi bersama,” tambahnya.

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan, katanya melanjutkan, adalah bagaimana penambangan ilegal ini dapat menghambat visi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri besar pada 2045. Dalam rangka mencapai visi tersebut, Indonesia memerlukan pasokan bahan baku yang stabil untuk smelter dan industri pengolahan lainnya, termasuk batu bara yang akan mendukung kebutuhan energi nasional.

“Ke depan, Indonesia membutuhkan batu bara untuk captive power sebesar 20% dari total kebutuhan energi nasional. Namun, jika sumber daya ini hilang atau rusak akibat Peti, bagaimana masa depan energi dan industri kita?” tanya dia dengan penuh kekhawatiran.

Selain itu, dampak sosial dari Peti juga patut menjadi perhatian serius. Ia menyebutkan, banyak konflik sosial yang terjadi di lapangan, mulai dari sengketa lahan hingga ketegangan antarkomunitas yang terkait dengan penambangan ilegal. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor pertambangan untuk menyelesaikan masalah ini.

Resvani menegaskan bahwa Perhapi siap memberikan masukan kepada pemerintah untuk mencari solusi yang efektif dalam memberantas Peti.

“Kami, dari Perhapi, siap untuk berkolaborasi dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mencari langkah-langkah penyelesaian yang tepat bagi masalah Peti ini,” tandasnya.

Penanggulangan Peti bukan hanya menjadi tugas pemerintah semata, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen bangsa, termasuk sektor pertambangan yang memiliki peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Perhapi mengajak semua pihak untuk bersama-sama mendukung upaya pemberantasan penambangan ilegal demi masa depan Indonesia yang lebih baik. (Shiddiq)