Beranda Berita Nasional Sampaikan Catatan ke Komisi Vll DPR, KSTEB Dukung Pemerintah Turunkan Emisi Dalam...

Sampaikan Catatan ke Komisi Vll DPR, KSTEB Dukung Pemerintah Turunkan Emisi Dalam RUU EBET

4182
0

NIKEL.CO.ID, 18 JANUARI 2023 – Founder Komunitas Starup Teknologi Energi Baru (KSTEB) Pamela Simamora menyampaikan beberapa catatan kepada Komisi Vll DPR RI terkait dukungan KSTEB terhadap pemerintah untuk menurunkan emisi karbondioksida dalam pengembangan starup teknologi energi baru terakit Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBET).

Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi Vll DPR RI dengan KSTEB mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan (EBET) pada Senin kemarin di Gedung DPR RI Senayan Jakarta.

“Tujuan kami adalah ingin membantu penurunan emisi di Indonesia,” ucap Pamela Simamora dikutip laman dpr.go.id, Rabu (18/1/2023).

Menurut Pamela, KSTEB merupakan komunitas yang baru berdiri sejak Agustus 2022 dan satu-satunya di Indonesia dengan jumlah anggota sebanyak 50 perusahaan starup teknologi energi baru dari para pengusaha muda.

“KSTEB ini bergerak di sektor energi bersih. Jadi bagaimana startup ini membantu pemerintah untuk menurunkan emisi di sektor energi.
Ada tiga sektor energi yang dimaksud yaitu, 1. Ketenagalistrikan, 2. Transportasi dan 3. Industri dan Bangunan,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa STEB ini bisa membantu pemerintah dalam isu energi baru terbarukan. Karena STEB ini mendukung kemajuan teknologi di Indonesia. Selain itu juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya semakin banyak startup teknologi tumbuh akan berpeluang membuka lapangan pekerjaan sehingga akan memberikan pemasukan bagi ekonomi nasional.

Kemudian, Pamela menyampaikan beberapa catatan dari KSTEB kepada Komisi Vll DPR RI diantaranya adalah dalam RUU EBET masih terdapat adanya kata-kata Energi Baru Terbarukan, yang seharusnya dipisahkan karena hal itu adalah dua hal yang berbeda.

“Kita pikir bahwa kata perusahaan rintisan itu sama sekali tidak ada di dalam RUU EBET saat ini, seolah-olah belum di acknowlage bahwa kita ini ada, kita exist. Dan itu saya pikir perlu di acknowlage oleh pemerintah, dalam hal ini di dalam RUU-nya kita perlu di mention secara spesifik. Kenapa itu penting karena dengan adanya mention nama kita, perusahaan rintisan seperti itu, itu menjadi landasan hukum yang pasti bahwa pemerintah bersungguh-sungguh membantu STEB,” jelasnya.

Selanjutnya, tambah dia, pada Pasal 55 RUU EBET tentang dukungan pemerintah terhadap EBET terdapat kata Dapat yang seharusnya Wajib dalam pemberian insentif untuk pengembangan EBET.

“Padahal lagi-lagi mungkin bahwa energi terbarukan di Indonesia itu masih struggling (berjuang) seperti itu. Oleh karena itu masih butuh dukungan dari pemerintah setidaknya kita pikir hingga energi terbarukan tercapai nilai keekonomiannya, tentu saja tidak selamanya tapi sampai mencapai nilai keekonomiannya,” katanya.

Selain itu, Pamela menegaskan bahwa dalam Pasal 55 RUU EBET belum mengikutsertakan insentif berupa nett matering khususnya dalam penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Indonesia.

“Karena sampai saat ini, itu belum ada di dalam draft RUU-nya,” tutupnya.

Sementara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dony Oekon mengapresiasi atas masukan dari KSTEB terkait RUU EBET dan PLTS Atap, demi mendorong berkembangnya energi bersih di Indonesia dalam RDP tersebut.

“Kami mengapresiasi aspirasi dan masukan dari Komunitas startup teknologi energi bersih (KSETB) terkait RUU EBET yang saat ini masih dalam pembahasan, serta beberapa masukan terkait PLTS,” kata Dony Oekon.

Atas hal itu, Dony dapat mengerti dan memahami masukan dari komunitas startup teknologi energi bersih terkait RUU EBET. Diantaranya adalah memasukkan perusahaan rintisan secara spesifik sebagai salah satu jenis badan usaha dan memasukkan detail peruntukan penggunaan dana energi terbarukan yang ditulis di dalam pasal RUU EBET.

Komisi VII DPR RI akan menindaklanjuti masukan dari komunitas startup teknologi energi bersih dan berbagai pihak terkait RUU dan PLTS Atap.

“Pada Rapat kerja pembahasan RUU dan rapat kerja komisi VII DPR RI selanjutnya,” pungkasnya.

Sejalan dengan program pemerintah dalam mengurangi emisi karbon, pemerintah juga telah mengarahkan hilirisasi industri nikel sebagai transisi energi, dari energi fosil ke energi baterai electric vehicle (EV).

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan bahwa Kementerian ESDM terus berupaya untuk menjembatani kebutuhan para investor untuk dapat merealisasikan proyek smelter yang sudah direncanakan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di sektor minerba.

“Cita-cita Indonesia, nanti untuk bisa membangun industri hilirisasi dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah yang tinggi, juga menyerap tenaga kerja, dan hal positif lain yang akan bisa diterima oleh Indonesia. Jadi Kementerian ESDM mendukung penuh program hilirisasi yang memang sudah kita canangkan. Mudah-mudahan dalam waktu yang sudah kita targetkan cita-cita ini bisa kita capai,” kata Arifin Tasrif dikutip lama investor.id.

Menurutnya, salah satu proses yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah, khususnya bagi bijih nikel berkadar rendah, adalah dengan proses hidrometalurgi. Proses ini dapat mengolah bijih nikel dengan kadar rendah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Sementara praktisi industri nikel Steven Brown mengatakan bahwa tanpa adanya baterai, maka transisi energi tidak akan terjadi. Teknologi baterai menurutnya berkembang dengan cepat, baik menggunakan nikel atau bukan.

Walaupun nikel bisa digantikan dengan komoditas mineral lain, tetapi hanya nikel yang mampu membuat baterai menjadi optimum.

“Yang jelas nikel ini optimum. Baterai yang optimum punya nikel karena dia high energy, namun downside high cost,” kata Steven seperti dikutip laman investor.id.

Maka dari itu, sebutnya, dengan kelebihan yang dimiliki nikel, maka transisi energi akan bergantung pada nikel. Tanpa adanya nikel, maka transisi energi berpotensi tertunda.

“Jadi bisa lihat transisi energi tergantung pada nikel, tanpa ada nikel, kita mungkin akan ada transisi ke EBT, tapi akan delay,” katanya.