NIKEL.CO.ID – Gencarnya pemerintah mendekati sejumlah calon investor kelas dunia untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Tanah Air ternyata turut berdampak pada sektor hulu atau pertambangan nikel di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, saat ini terdapat sejumlah perusahaan asing dan lokal sedang melakukan uji tuntas (due diligent) untuk mengakuisisi pertambangan nikel di Indonesia.
“Untuk proses akuisisi, memang ada beberapa perusahaan tambang yang banyak diminati oleh perusahaan asing dan lokal untuk diakuisisi sebagian sahamnya, tapi setahu kami saat ini sedang dalam proses due diligent,” ungkapnya, Jumat (26/02/2021).
Meidy mengatakan, semakin banyaknya calon investor yang berminat mengakuisisi tambang nikel ini juga dipicu oleh semakin tingginya harga nikel.
“Apalagi harga sekarang untuk HPM (Harga Patokan Mineral) naik terus,” ujarnya.
Sementara bagi penambang nikel yang telah beroperasi saat ini menurutnya mereka memanfaatkan kondisi harga dan kondisi saat ini dengan meningkatkan produksi bijih nikel.
“Kapasitas produksi bijih nikel mulai ditingkatkan oleh para penambang, sesuai kuota persetujuan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya),” tuturnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga mineral acuan untuk nikel pada Februari 2021 ini mencapai US$ 17.434 per dmt, naik 24% dibandingkan Februari 2020 yang sebesar US$ 14.030 per dmt.
Salah satu perusahaan yang kini gencar mengakuisisi tambang nikel yaitu PT Harum Energy Tbk (HRUM). Perusahaan batu bara milik Kiki Barki ini pada Senin kemarin kembali mengumumkan mengakuisisi perusahaan nikel, setelah pada awal Februari ini perusahaan juga baru saja mengakuisisi 51% saham PT Position milik Aquila Nickel Pte Ltd, perusahaan tercatat di Singapura, senilai US$ 80.325.000 atau setara Rp 1,12 triliun (kurs Rp 14.000 per US$).
Pada Senin lalu Harum melalui anak usahanya, PT Tanito Harum Nickel, membeli 259.603 saham baru atau 24,5% dari jumlah saham yang dikeluarkan oleh PT Infei Metal Industry atau PT IMI dengan harga jual beli sebesar US$ 68,60 juta.
Nilai akuisisi ini setara dengan Rp 960,40 miliar.
PT IMI adalah perusahaan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia dan bergerak di bidang pemurnian nikel (smelter).
Direktur Utama Harum Energy Ray A Gunara mengatakan tujuan dari transaksi ini adalah untuk mengembangkan kegiatan usaha hilir penambahan nikel milik perusahaan ke tahap pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah.
“Tidak ada dampak material dari pembelian saham tersebut terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha,” katanya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (22/2/2021).
Pada Juni 2020 lalu Harum juga mengakuisisi Nickel Mines Limited asal Australia senilai AUD 34,26 juta atau setara Rp 369 miliar.
Sumber: CNBC Indonesia