

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral (PPM) Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batubara (Minerba), Cecep Mochammad Yasin, menegaskan pentingnya langkah strategis Indonesia dalam mengelola sektor nikel di tengah dinamika global.
Menurutnya, era eksploitasi tak terbatas harus segera digantikan oleh pendekatan konservatif dan berkelanjutan demi masa depan industri dan generasi mendatang.
“Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, kita memikul tanggung jawab besar. Bukan hanya soal peningkatan penerimaan negara, tapi juga soal bagaimana kita mengelola sumber daya ini dengan tanggung jawab dan visi jangka panjang,” ujar Cecep dalam acara Konferensi Argus Nikel Indonesia 2025, Bali, Rabu (23/4/2025) lalu.

Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah resmi mengadopsi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2025, yang mengatur struktur tarif royalti baru berdasarkan Harga Mineral Acuan (HMA). Kebijakan ini, menurutnya, mencerminkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan berkelanjutan.
Namun, dia menekankan bahwa kebijakan fiskal semata tidak cukup. “Kita tidak bisa hanya fokus pada aspek finansial. Kontrol produksi menjadi hal yang sangat penting. Tanpa itu, kita bisa terjebak dalam siklus over-produksi yang menurunkan harga nikel di pasar global dan mengancam keberlanjutan industri,” jelasnya.

Ia mengajukan empat pendekatan utama untuk mengimplementasikan kontrol produksi secara efektif:
1. Penetapan kuota produksi nasional, guna membatasi volume produksi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan permintaan global dan kondisi pasar.
2. Penyempurnaan sistem perizinan, agar lebih selektif dan berbasis riset mendalam.
3. Pemberian insentif untuk hilirisasi, dengan mendorong pengembangan industri pemurnian dan manufaktur dalam negeri.
4. Kerja sama internasional, yaitu dengan membangun aliansi strategis dengan negara produsen nikel lain untuk menstabilkan harga di tingkat global.

Cecep juga menekankan bahwa semua kebijakan ini harus dikembangkan secara transparan dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Kita perlu membangun komunikasi terbuka dengan industri, akademisi, dan masyarakat. Tidak ada dikotomi antara meningkatkan nilai ekonomi dan menjaga keberlanjutan. Keduanya bisa berjalan beriringan,” katanya.
Selain itu, ia juga mengajak semua pihak untuk meninggalkan pola pikir eksploitasi jangka pendek.
“Mari kita jaga nilai nikel Indonesia bukan hanya untuk saat ini, tapi juga untuk anak cucu kita. Ini bukan hanya tentang logam, tapi tentang warisan,” tutup Cecep dengan penuh harap. (Shiddiq/Lily)