
NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Ada lima pasal yang diusulkan Badan Legislasi (Baleg) DPR disetujui oleh DPR RI pada rancangan undang-undang (RUU) perubahan keempat atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Menurut presentasi yang disampaikan oleh Tim Ahli Baleg, perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat pengelolaan sumber daya alam Indonesia, khususnya mineral dan batu bara, yang harus dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pada rapat pleno pengambilan keputusan atas hasil penyusunan revisi UU Minerba tersebut, anggota Baleg memaparkan sejumlah pokok perubahan yang akan diterapkan, di antaranya penyesuaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah menguji UU Minerba beberapa kali.
“UU Minerba yang telah beberapa kali diuji oleh MK dan membutuhkan perubahan untuk memberikan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan dalam pengelolaan pertambangan,” ujar Ketua Tim Ahli Baleg dalam presentasinya, yang menyoroti beberapa pasal utama yang disesuaikan dengan hasil putusan MK, seperti pasal 17A, 22A, dan 31A, pada rapat pleno yang berlangsung di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Ada lima pasal yang perlu disesuaikan sebagai pelaksanaan dari putusan MK, yaitu pasal 17A, pasal 22A, pasal 31A, pasal 169A, dan pasal 172B. Kemudian yang berkaitan dengan penyesuaian ketentuan normatifnya sesuai kebutuhan hukum ada sembilan perubahan, yaitu pasal 51, pasal 51A, pasal 51B, pasal 75, pasal 104C, pasal 141B, pasal 173A, pasal 173D, dan pasal 174.
Salah satu perubahan signifikan yang disetujui adalah pemberian prioritas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada kelompok tertentu, seperti organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dan perguruan tinggi, dengan tujuan meningkatkan pemberdayaan ekonomi lokal dan mendukung hilirisasi industri pertambangan.
Pasal 51 yang diubah akan memungkinkan pemberian WIUP kepada ormas keagamaan yang menjalankan fungsi ekonomi, serta perguruan tinggi dengan prioritas berdasarkan akreditasi dan kontribusi mereka terhadap pendidikan masyarakat.
Lebih lanjut, pasal-pasal yang mengatur distribusi izin usaha pertambangan juga mengalami penyesuaian untuk memfasilitasi usaha kecil menengah (UKM) dan penguatan sektor riset. Pasal 104C, misalnya, memberikan ruang bagi lembaga riset, BUMN, dan badan usaha swasta untuk melakukan penyelidikan dan penelitian guna meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri.
Selain itu, perubahan juga menyentuh aspek penyusunan peraturan pelaksanaan dan mekanisme pemantauan yang lebih transparan. Pasal 174 mengatur bahwa peraturan pelaksanaan UU ini harus diselesaikan dalam waktu satu tahun sejak pengesahan dan DPR akan melakukan pemantauan dua tahun setelah UU ini berlaku untuk memastikan efektivitas pelaksanaannya.
“Tujuan dari perubahan ini adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan pertambangan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi yang maksimal, tetapi juga memperhatikan aspek keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan,” tambah anggota Baleg yang turut hadir dalam rapat tersebut.
Dengan perubahan ini, diharapkan sektor pertambangan Indonesia dapat lebih adaptif terhadap dinamika global dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional, sambil tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. RUU yang kini telah disetujui oleh DPR ini selanjutnya akan menjadi dasar bagi pembentukan regulasi yang lebih terperinci dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. (Shiddiq)