NIKEL. CO.ID, JAKARTA – CEO Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, mengatakan Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) tidak ada masalah dengan baterai LFP atau NMC .
“Kita tidak ada masalah. Saya bertemu dengan teman-teman, salah satunya Prof. Evvy yang peneliti. Nanti akan ada summit-nya bulan Juli,” kata Alexander saat ditemui di acara The 3rd Nickel Producers, Processors & Buyers Conference di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Hanya saja, Alexander mengatakan, karena kita tidak punya lithium, jikalau bisa, litium diganti dengan sodium.
“Memang tidak sebagus lithium, tapi untuk electric vehicle (EV) jarak pendek masih bisa,” terangnya.
Indonesia memiliki nikel. Untuk membuat katoda, diperlukan nikel, kobalt, dan mangan. Indonesia juga memiliki feronikel. Hanya saja, Indonesia tidak memiliki lithium.
“Jadi, saya bilang ke teman-teman itu mestinya kita bisa memproduksi baterai sendiri. Yang terdiri dari kobalt, mangan, dan sodium sebagai elektrolit, bukan litium. Sehingga baterai ini kan lebih bagus density-nya daripada LFP,” jelas Alexander.
Alexander melanjutkan bahwa baterai jenis ini jangkauannya bisa jauh. Akan tetapi, kalau pakai lithium, baterai ini akan menjadi mahal. Kalau elektrolitnya diganti sodium, harganya bisa kompetitif.
Pria berambut putih ini mengatakan nikel tetap dibutuhkan karena nikel bukan hanya untuk EV.
“Penggunaan nikel luas. Untuk energi storage, kan bisa, untuk handphone kita, untuk engineering, tetap dibutuhkan,” ujar Alex.
Selain itu, nikel juga dibutuhkan untuk membuat solar panel. Penyimpanan baterai solar panel butuh nikel.
Nikel yang dibutuhkan tidak akan menjadi dynamic equipment, namun, static equipment.
“Agar tetap kompetitif, nikel yang ada elektrolitnya kita ganti sodium,” tegas Alexander. (Aninda)