NIKEL.CO.ID, JAKARTA–Isu perbandingan baterai nickel manganese cobalt (NMC) dan baterai lithium ferro phosphate (LFP) masih mencuat di permukaan publik.
Kemarin petang (29/2/2024), Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia (Kemenko Marves), Septian Hario Seto, mengatakan, baik NMC dan LFP memiliki keunggulan masing-masing.
“Jadi kalau LFP memang kalau di suhu-suhu yang dingin performancenya turun. Misalnya kalau di suhu dingin sampai minus, dia bisa turun performanya jadi 300 km. Kalau di cuaca panas dia bisa sampai 500 km,” ujar Seto.
Ia menambahkan, performa baterai NMC lebih bagus dan tidak terpengaruh dengan suhu panas maupun dingin.
“Sementara kalau performa baterai NMC yang mengandung nikel, performanya lebih bagus,” imbuh Seto pada wawancara usai acara Economy Outlook yang diadakan oleh CNBC.
Namun, dia menuturkan, pada akhirnya akan ada balancing karena tidak mungkin nikel di dunia itu cukup untuk memenuhi electric vehicle (EV) kalau semuanya memakai NMC.
“Tidak mungkin. Kita sudah hitung ya. Jadi, memang harus ada LFP,” katanya.
Dia juga berkomentar kalau tidak ada LFP, penjualan EV akan terhambat. Sehingga, kita tidak perlu khawatir dengan persaingan baterai NMC dan LFP.
“Nah, justru ancamannya kalau supply-nya tidak cukup harga nikelnya tinggi. Ya, orang akan cari alternatif. Itu yang justru akan berbahaya,” kata Seto.
Adapun terkait dengan baterai alternatif sodium ion, Seto menanggapi dengan antusias.
“Sodium ion itu energy density-nya lebih rendah daripada LFP ya. Jadi, mungkin kalau sodium ion nanti compete-nya sama LFP,” ujar Seto.
Dia juga mengungkapkan, katoda baterai sodium ion terdiri dari nikel sebesar 20 persen.
“Jadi mereka masih pakai nikel. Kalau sodium ionnya berkembang, nickel demand-nya pasti juga akan naik,” pungkasnya. (Aninda)