Beranda Berita Nasional Cara APNI Mewujudkan Negara Adidaya, Masyarakat Sejahtera, dan Pengusaha Bahagia

Cara APNI Mewujudkan Negara Adidaya, Masyarakat Sejahtera, dan Pengusaha Bahagia

673
0

NIKEL.CO.ID, 15 MEI 2023-Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey menyampaikan, di usia orginasi ke-6, APNI telah banyak melakukan program kerja, termasuk menyelenggarakan kegiatan edukasi dan pendidikan dalam bentuk training of trainers.

Ketika APNI menyelenggarakan Training of Trainers Sumber Daya & Cadangan Nikel Indonesia, Proses Transaksi FOB Mineral (Kepdirjen Nomor 3.E/MB.01/DJB.2022), PNBP & Pajak Pertambangan (PP 49/2022), Proses & Sistem Angkutan Laut Hasil Tambang, serta Teknologi Hidrometalurgi diselenggarakan di Hotel Grand Sahid Jakarta, selama tiga hari, dari Senin (15/5/2023) hingga Rabu (17/5/2023), ini merupakan ToT keempat APNI.

Dalam perjalanannya, APNI juga telah menjalin kerja sama dengan kementerian, lembaga terkait dalam dan luar negeri.

“Hingga tahun ini APNI juga menjalin kerja sama dengan 18 negara . APNI mengucapkan terima kasih karena mendapatkan pengakuan dari beberapa negara dalam kegiatan-kegiatan, baik terkait nikel dan mineral logam lainnya, energi, supply chain, dan lainnya,” kata Meidy.

Di akhir Mei 2023, APNI bakalan akan kedatangan tamu di antaranya dari Australia, Kanada, Moscow, Afrika, China, dan lainnya. Pertemuan akan membahas tentang green energy, supply chain, hingga tentang tata niaga nikel.

“APNI bekerja sama juga dengan London Metal Exchange, Argus dari London, Lembaga Riset McKinsey dari Amerika, Nickel Institute dari Eropa. Kerja sama terkait tata niaga nikel di Indonesia,” jelasnya.

Ia menjelaskan, Pemerintah Indonesia dalam menetapkan Harga Patokan Mineral (HPM) Nikel berdasarkan tren rata-rata harga dari London Metal Exchange. Sedangkan untuk perhitungan produk dari olahan nikel, seperti NPI, feronikel, nikel matte, hingga MHP, basis harganya dari Shanghai Metals Market (SMM) di China .

Karena itu, lanjutnya, APNI juga menjalin kerja sama dengan Ferroally dan Shanghai Metals Market dari China untuk membahas tentang tata niaga nikel di Indonesia.

Meidy mengutarakan, Indonesia saat ini bukan hanya negara penghasil cadangan nikel terbesar dunia, namun tercatat sebagai top ten produsen olahan nikel dunia.

Berdasarkan data APNI, jumlah cadangan bijih nikel kadar rendah atau saprolit sebesar 3,6 milar ton. Sedangkan cadangan bijih nikel kadar tinggi atau saprolit sekitar 935 juta ton. Saat ini telah berdiri 57 pabrik pirometalurgi berteknologi RKEF yang memproduksi NPI, feronikel, dan nickel matte. Dari 57 pabrik tersebut, sudah ada 172 line furnace yang memasak bijih nikel menjadi produk olahan NPI, feronikel, nikel matte, dan MHP.

“Sedangkan pabrik hidrometalurgi saat ini sudah beroperasi 4 pabrik, yang mengolah nikel kadar rendah atau limonit menjadi MHP, nikel sulfat, untuk selanjutnya diolah menjadi prekursor, katoda, dan anoda baterai listrik,” paparnya.

Melihat jumlah nikel kadar rendah yang lebih banyak dibandingkan nikel kadar tinggi, menurutnya, jika pabrik pirometalurgi berteknologi RKEF yang memakan nikel kadar tinggi di atas 1,7%, diperkirakan umur pabrik tersebut hanya bertahan 6 tahun.

Terkait hal tersebut, APNI membangun kerja sama dengan Forum Industri Nikel Indonesia (FINI). Organisasi ini wadah bagi perusahaan yang melakukan aktivitas pengolahan dan pemurnian bijih nikel di Indonesia.

“APNI, sebagi wadah penambang nikel di sektor hulu juga harus memikirkan industri hilir. Karena, jika tidak ada pabrik di hilir, nanti siapa yang akan membeli bijih nikel dari para penambang di hulu? Sekarang bagaimana caranya APNI berkolaborasi dengan pabrik, pertama, mengenai masalah harga pembelian bijih nikel. Kedua, mencegah pabrik-pabrik membeli kargo yang mengangkut bijih nikel ilegal, dan masalah lainnya,” tutur Meidy.

Ia menyampaikan bahwa APNI sudah mencoba kolaborasi dan komunikasi dengan pelaku industri hilir yang tergabung dalam wadah FINI. Dirinya berharap dari kolaborasi dan sinergi APNI dengan FINI ada hal-hal penting yang bisa direalisasikan.

“Kita harus memikirkan untuk negara, anak cucu kita di generasi berikutnya, dan bagaimana Indonesia bukan hanya cadangan terbesar dan top ten produsen. Dari semuanya itu bisa menjadi Negara Adidaya, Masyarakat Sejahtera, dan Pengusaha Bahagia. (Syarif)