NIKEL.CO.ID – Indonesia memiliki ‘harta karun’ di sektor pertambangan mineral. ‘Harta karun’ ini yaitu nikel. Indonesia memiliki sumber daya nikel hingga miliaran ton. Sumber daya ini tentunya akan menjadi sumber keuntungan bagi Indonesia bila dimanfaatkan dengan optimal dan memiliki nilai tambah tinggi.
Salah satu yang bisa membuat nikel bisa terserap dan bernilai tinggi yaitu kendaraan listrik.
Rencana pemerintah Indonesia untuk terus mendorong pemakaian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di masa depan bisa meningkatkan penyerapan nikel di dalam negeri. Apalagi, punya cita-cita menjadi pemain global baterai mobil listrik, sehingga kebutuhan nikel akan melonjak.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2020 serapan logam nikel (Ni) untuk kendaraan listrik di dalam negeri masih nol. Namun pada 2025 diperkirakan kebutuhan logam nikel akan meningkat menjadi 7.915 ton.
Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat selama lima tahun selanjutnya di mana pada 2030 diperkirakan logam nikel yang dibutuhkan untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) naik menjadi 49.953 ton.
Tidak berhenti di tahun 2030, pada tahun 2035 kebutuhan logam nikel diperkirakan bisa melonjak hingga 120.114 ton.
Perkiraan kebutuhan logam nikel tersebut dengan asumsi KBLBB roda empat di dalam negeri mencapai 30.915 unit dan kendaraan roda dua sebesar 739 unit pada 2025, mobil listrik 195/120 unit dan motor listrik 1/840 unit pada 2030 dan 469.177 unit mobil listrik dan 4.641 unit motor listrik pada 2035.
Adapun kebutuhan logam untuk satu mobil listrik terdiri dari tembaga (Cu) 83 kg, nikel (Ni) 256 kg, kobalt (Co) 48 kg, dan ditambah dengan alumunium (Al) sebesar 206 kg.
Sementara untuk setiap satu motor listrik dibutuhkan tembaga sekitar 4 kg, nikel 1 kg, kobalt 1 kg, dan aluminium 3 kg.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, total sumber daya logam nikel pada 2020 mencapai 214 juta ton logam nikel, meningkat dari 2019 yang tercatat sebesar 170 juta ton logam nikel.
Sementara jumlah cadangan logam nikel pada 2020 mencapai 41 juta ton logam nikel, lebih rendah dari 2019 yang mencapai 72 juta ton logam nikel.
Sedangkan untuk bijih nikel, berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2020, total sumber daya bijih nikel mencapai 8,26 miliar ton dengan kadar 1%-2,5%, di mana kadar kurang dari 1,7% sebesar 4,33 miliar ton, dan kadar lebih dari 1,7% sebesar 3,93 miliar ton.
Adapun cadangan bijih nikel mencapai 3,65 miliar ton untuk kadar 1%-2,5%, di mana cadangan bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7% sebanyak 1,89 miliar ton dan bijih nikel dengan kadar di atas 1,7% sebesar 1,76 miliar ton.
Sebelumnya, Ketua Tim Percepatan Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan pasar luar negeri menginginkan produk baterai kendaraan listrik berkualitas tinggi. Oleh karena itu, hal ini akan menjadi concern IBC dalam memproduksi baterai.
Dia menyebut perlu penguasaan teknologi yang tinggi dan juga riset dan pengembangan baterai yang berkelanjutan. Teknologi dalam negeri, imbuhnya, belum bisa secara mandiri untuk memproduksi baterai mobil listrik, sehingga diperlukan mitra strategis yang menjadi anggota konsorsium untuk mengadaptasi teknologinya.
Sumber: CNBC Indonesia