
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Harita Nickel terus memperkuat komitmennya terhadap keberlanjutan dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular dalam pengembangan perusahaan, khususnya di kawasan operasi Pulau Obi, Maluku Utara. Strategi ini menjadi bagian dari upaya perusahaan untuk menciptakan nilai ekonomi dan lingkungan secara berkelanjutan di sektor pertambangan nikel yang terintegrasi.
Hal ini sebagaimana dikutip laman Harita Nickel pada Jumat (10/10/2025) yang berjudul “Sirkular Ekonomi: Definisi, Keuntungan, dan Contoh Penerapannya”.
Harita Nickel menjelaskan terkait langkah ini dinilai penting mengingat Indonesia saat ini menghadapi persoalan serius terkait pengelolaan limbah.
Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 33,7 juta ton sampah dihasilkan dari 311 kabupaten/kota di Indonesia, dan lebih dari 40% di antaranya tidak terkelola dengan baik. Dalam konteks inilah, model ekonomi sirkular menjadi solusi yang semakin relevan untuk mengatasi krisis lingkungan sekaligus mendorong efisiensi ekonomi.

Ekonomi sirkular adalah pendekatan produksi dan konsumsi yang menekankan pengurangan limbah dan pemanfaatan sumber daya secara maksimal melalui prinsip 3R: Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang). Berbeda dengan model ekonomi linier yang mengedepankan pola “ambil–buat–pakai–buang”, ekonomi sirkular bertujuan menciptakan sistem berkelanjutan yang menghindari pemborosan.
Sebagai pelaku utama industri nikel terintegrasi di Indonesia, Harita Nickel tidak hanya mengadopsi ekonomi sirkular sebagai konsep, tetapi juga menerapkannya secara konkret dalam berbagai aspek operasionalnya. Beberapa inisiatif unggulan yang telah dijalankan antara lain:

- Gerakan #AwalBaikDariObi
Pada tahun 2024, Harita Nickel meluncurkan kampanye #AwalBaikDariObi untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai di kawasan operasional. Inisiatif ini menjadi kebijakan resmi perusahaan setelah mendapat dukungan penuh dari manajemen melalui penandatanganan komitmen bersama. - Pemanfaatan Slag Nikel
Limbah terak (slag) yang dihasilkan dari proses pengolahan saprolit menjadi feronikel kini dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan konstruksi internal, seperti pembangunan mess karyawan, kantor, dan infrastruktur jalan. Slag yang memiliki tekstur mirip pasir ini sebelumnya dianggap limbah tak bernilai. - Minyak Jelantah sebagai Energi Alternatif
Minyak jelantah bekas konsumsi karyawan juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti batubara di smelter feronikel. Langkah ini menghasilkan energi sebesar 1.545 GJ dan berhasil menekan lebih dari 1.419 ton emisi gas rumah kaca, setara emisi karbon dioksida.
Penerapan ekonomi sirkular tidak hanya memberi manfaat bagi lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru. Dalam skala nasional, industri daur ulang plastik di Indonesia telah berkembang pesat, melibatkan 241 industri dengan total investasi mencapai Rp20 triliun dan menyerap ribuan tenaga kerja.

Bagi Harita Nickel, pendekatan ini menciptakan efisiensi jangka panjang dan memperkuat daya saing industri nikel nasional di pasar global. Lebih jauh, praktik ini menjadi bukti nyata bahwa sektor tambang pun dapat menjalankan operasional yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
Menurut Harita Nickel, ekonomi sirkular bukan sekadar tren masa depan, melainkan kebutuhan mendesak saat ini. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kegiatan industri, perusahaan berharap dapat menginspirasi sektor lain untuk turut mengambil langkah serupa.
“Setiap langkah kecil, seperti yang kami lakukan di Harita Nickel, punya potensi besar untuk membawa perubahan. Kami percaya bahwa masa depan industri hanya bisa dibangun lewat inovasi yang berkelanjutan,” ungkap perwakilan manajemen Harita Nickel dalam keterangan resminya. (Shiddiq)


























