Beranda Berita Nasional Filipina Berencana Stop Ekspor Bijih Nikel ke Indonesia, Ini Dampaknya

Filipina Berencana Stop Ekspor Bijih Nikel ke Indonesia, Ini Dampaknya

532
0
Ilustrasi: Proses barging: Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Filipina berencana untuk menghentikan ekspor bijih nikel (ore). Sementara, Indonesia saat ini tengah membutuhkan impor bijih nikel dari negara tersebut.

Anggota Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia, mengungkapkan, walaupun Indonesia merupakan produsen nikel nomor 1 dunia, akan tetapi beberapa smelter di dalam negeri masih bergantung pada impor bijih nikel dari Filipina.

Impor terutama dilakukan terhadap bijih nikel berkadar tinggi atau saprolite yang pasokannya mulai terkikis di Indonesia. 

Saprolite digunakan untuk smelter pirometalurgi, yang jumlahnya dominan di sentra-sentra hilirisasi nikel.

Djoko menjelaskan adapun sederet dampak yang akan terjadi pada smelter di Indonesia pertama ialah gangguan pasokan bahan baku karena pada 2024 Indonesia mengimpor sekitar 10 juta ton bijih nikel dari Filipina, sebagian besar digunakan oleh smelter di kawasan industri seperti Morowali dan Weda Bay.

“Larangan ekspor ini dapat menyebabkan kekurangan pasokan bahan baku bagi smelter yang bergantung pada impor tersebut,” Djoko Widajatno, saat dihubungi nikel.co.id, Kamis (9/5/2025).

Kedua, larangan ekspor dari Filipina juga dikhawatirkan akan memperketat pasokan bijih nikel di pasar global dan mendorong kenaikan harga nikel.

Kondisi ini bisa menguntungkan produsen nikel domestik dalam jangka pendek, tetapi meningkatkan biaya operasional bagi smelter yang sangat bergantung pada bahan baku tersebut.

Ketiga, dengan berkurangnya pasokan dari Filipina, Indonesia memiliki peluang untuk menarik lebih banyak investasi di sektor hilirisasi nikel.

Namun, dia menekankan pentingnya dukungan pemerintah agar potensi tersebut dapat dilakukan dengan maksimal.

“Hal ini memerlukan dukungan pemerintah dalam bentuk kepastian hukum, kemudahan perizinan, dan insentif,” tutup dia. (Lili Handayani)