Beranda Asosiasi Pertambangan Indonesia Siap Jadi Bursa Nikel Dunia: Sekum APNI Ungkap Terobosan Besar di...

Indonesia Siap Jadi Bursa Nikel Dunia: Sekum APNI Ungkap Terobosan Besar di Konferensi Internasional

830
0
Sekum APNI Meidy Katrin Lengkey saat memaparkan materi di Acara Konferensi Argus Nikel Indonesia 2025, Bali, rabu (23/4/2025). Dok. MNI

NIKEL.CO.ID, BALI – Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan sejumlah terobosan strategis dalam pengelolaan nikel nasional dalam acara Konferensi Argus Nikel Indonesia 2025 yang digelar di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Rabu (23/4).

Dalam paparannya, Meidy menekankan posisi sentral Indonesia dalam industri nikel global dan mengungkap rencana besar menjadikan Indonesia sebagai pusat bursa nikel dunia.

“Indonesia telah mengendalikan dunia dalam hal produksi nikel. Saat ini, lebih dari 60% produksi nikel dunia berasal dari Indonesia, dan kami sedang dalam proses menjadikannya sebagai bursa nikel Indonesia,” ungkap Meidy dalam sesi presentasi di Bali, Rabu (23/4.2025).

Ia juga menyoroti peran penting kemitraan dengan Argus, lembaga global yang fokus pada analisis pasar energi dan komoditas, dalam mendorong promosi dan kolaborasi lintas negara.

“Tahun lalu, kami menandatangani perjanjian kemitraan dengan Argus. Itu dimulai pada Oktober, dan hari ini menjadi langkah lanjutan untuk memperkuat posisi Indonesia di mata dunia,” ujarnya.

Dengan gaya penyampaian yang lugas dan sesekali diselingi humor, Meidy juga mengapresiasi efisiensi teknologi dari Tiongkok yang banyak menginspirasi sektor industri.

“Saya mendengar dari media sosial, ada yang bilang dunia ini dibuat oleh Tuhan, sisanya dibuat oleh Tiongkok. Saya rasa Anda setuju. Tiongkok selalu menggunakan teknologi yang menekan biaya,” katanya, disambut tawa ringan dari para peserta konferensi internasional tersebut.

Lebih lanjut, dia menjelaskan peran APNI yang telah berdiri selama delapan tahun sebagai motor penggerak keterlibatan pemangku kepentingan dalam rantai industri nikel, mulai dari hulu hingga hilir. Ia menyoroti keberhasilan Indonesia dalam menetapkan harga acuan nikel nasional yang wajib digunakan dalam semua transaksi, khususnya sejak diberlakukannya larangan ekspor pada 2020.

“Kami satu-satunya negara yang memiliki harga acuan nikel sendiri, dirilis setiap dua minggu. Semua transaksi nikel harus berdasarkan harga nasional ini,” tegasnya.

Ia juga menyinggung tantangan birokrasi dalam proses Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang selama ini menjadi keluhan pelaku usaha tambang.

“Di Indonesia ada lebih dari 5.000 perusahaan tambang mineral logam, dan lebih dari 2.000 untuk non-logam. Tapi sekarang, berkat dukungan pemerintah sejak tahun lalu, proses persetujuan RKAB dibuat lebih sederhana dan efisien,” jelasnya.

Menutup presentasinya, Meidy menekankan pentingnya membangun ekosistem nikel nasional yang tidak hanya kuat di sektor baterai, tetapi juga di semua rantai hilirisasi.

“Kami membangun ekosistem nikel. Bukan hanya baterai, tapi juga kontrol produk internal, kelas, dan hilirisasi. Ini adalah kisah sukses nikel Indonesia,” pungkasnya. (Shiddiq/Lily)