NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Berdasarkan data yang dirilis oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), harga nikel di Indonesia menunjukkan tren stabil pada 13 Januari 2025. Produk nikel seperti bijih nikel 1.2% dan bijih nikel 1.6% dengan transaksi CIF masing-masing diperdagangkan pada harga rata-rata US$22 dan US$44 per metrik ton, tanpa mengalami perubahan dari periode sebelumnya.
Sementara itu, nickel pig iron (NPI) dengan transaksi FOB mencatat penurunan tipis sebesar US$0,7 menjadi US$111 per metrik ton. Di sisi lain, produk bernilai tambah seperti high-grade nickel matte (FOB) menunjukkan kenaikan signifikan sebesar US$35 menjadi US$12.413 per metrik ton, sementara mixed hydroxide precipitate (MHP) juga mengalami peningkatan sebesar US$38 menjadi US$11.891 per metrik ton.
Kondisi ini mencerminkan dinamika pasar domestik yang tetap tangguh meskipun terdapat tekanan di pasar global. Menurut data dari Trading Economics, harga nikel global tercatat sebesar US$15.665 per metrik ton pada 12 Januari 2025, turun 1,33% dibandingkan hari sebelumnya.
Penurunan ini kemungkinan dipengaruhi oleh minimnya stimulus ekonomi dari Tiongkok, yang merupakan konsumen utama nikel dunia. Meskipun pemerintah Tiongkok telah meluncurkan paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dampaknya terhadap sektor manufaktur, termasuk permintaan untuk logam industri seperti nikel, masih terbatas.
Selain itu, tantangan dalam rantai pasokan global juga mempengaruhi harga nikel. Sebagai produsen nikel terbesar dunia, Indonesia memainkan peran penting dalam stabilitas pasar. Namun, kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan pemerintah, serta perlambatan dalam penerbitan izin tambang baru, telah mempengaruhi pasokan global. Banyak smelter kini beralih ke impor bijih nikel dari Filipina untuk memenuhi kebutuhan produksi.
Meskipun pasar global sedang menghadapi tekanan, proyeksi jangka panjang untuk nikel tetap optimis. Hal ini didukung oleh pertumbuhan pesat industri baterai kendaraan listrik.
Dengan adanya kenaikan harga pada produk bernilai tambah seperti high-grade nickel matte dan MHP di pasar domestik, Indonesia menunjukkan bahwa pengembangan produk hilir dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan nilai tambah di sektor pertambangan.
Dalam konteks ini, pelaku industri nikel di Indonesia diharapkan terus memperkuat kontribusinya dalam rantai pasokan global, sambil memanfaatkan peluang dari meningkatnya permintaan untuk teknologi hijau. Seiring dengan perkembangan kebijakan pemerintah dan dinamika pasar internasional, harga nikel kemungkinan besar akan terus menjadi sorotan di tahun 2025. (Aninda)