NIKEL.CO.ID, JAKARTA – CEO PT Indonesia Morowali Industry Park (IMIP) dan Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Alexander Barus, menilai acara perayaan hari ulang tahun Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) sangat bagus karena menjadi ajang pertemuan untuk konsolidasi antara para pengusaha tambang nikel dan smelter.
“Saya kira acara yang bagus dan nilai ini artinya bisa bertemu antara para pengusaha tambang dan asosiasi yang sudah lama tidak bertemu. Jadi, beliau (Ketum APNI, Komjen Pol [Purn] Drs. Nanan Soekarna) ini dari APNI memfasilitasi kita untuk bertemu,” kata Alex ketika ditemui nikel.co.id, usai acara Gala Dinner & Gathering APNI 7th Anniversary, di Le Meridien, Jakarta, 6 Maret 2024.
Menurutnya, dalam pertemuan itu para pengusaha tambang dan smelter membicarakan penurunan nilai harga nikel selama ini sekaligus langkah-langkah untuk memperbaiki nilai harga nikel.
Mudah-mudahan dengan pertemuan setelah ini dapat kita follow up, sehingga harga nikel bisa atur kembali,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, sebenarnya harga nikel bukan saja untuk kepentingan penambang, tetapi smelter juga berkepentingan karena penambanglah yang memasok nijih nikel kep smelter.
“Jadi, harganya harus kita temukan. Bagaimana kedua bisa hidup berdampingan dan mendapatkan keuntungan. Saya kira pertemuan hari ini cukup baguslah karena teman-teman bisa bertemu di sini,” ungkapnya.
Selain itu, tuturnya, permasalahan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang dialami para penambang nikel ini harus ditata kelola dengan baik dan benar. Peraturan baru untuk RKAB 3 tahun secara konsep memang bagus, namun pelaksanaannya ternyata mengalami kendala, sehingga banyak tambang berhenti beroperasi.
“Terus terang kita harapkan bisa dipercepat pemerintah karena ini sudah mau masuk bulan ketiga. Banyak penambang sementara ini berhenti, tapi kalau terus begini operasi tambang itu akan berat. Karena, mereka harus memberhentikan semua operasi,” tuturnya.
Alex juga memaparkan, hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah karena para pengusaha smelter sangat berharap pemerintah dapat segera menata kelola dengan baik dan menerbitkan RKAB tersebut.
“Sehingga, teman-teman penambang tidak harus menanggung ongkos yang tidak perlu,” paparnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, permasalahan RKAB ini tentu akan membuat pengusaha smelter terganggu karena suplai nikel akan menurun meski sampai sekarang smelter masih memiliki stok nikel.
“Dan, terganggunya tidak terlalu kritis karena masih punya stok saat ini. Tapi, sampai kapan stok ini akan bertahan, ini harus kita hitung,” lanjutnya.
Sementara, mengenai electric vehicle (EV) yang sedang berkembang, ia menambahkan, smelter telah mengembangkan teknologi untuk pemenuhan bahan baku baterai EV dengan mengolah bijih nikel menjadi bahan baku baterai.
“Kita sudah mengoperasikan high pressure acid leaching (HPAL). Ada empat HPAL yang sudah beroperasi sekarang ini, baik di Morowali maupun Obi bahwa ada perubahan teknologi dari feronikel kemudian nickel manganese cobalt (NMC). Saya kira ini hanya soal bagaimana menempatkan produk ini,” tambahnya.
Alex membeberkan, EV ada yang jenis high end, low end, dan middle end. Hal ini akan mencari keseimbangan baru, sehingga tidak usah terlalu kita jangan paranoid dengan lithium ferro phosphate (LFP). Bahkan, sekarang ini sudah ada baterai berbahan baku sodium nikel, sodium fero.
“Saya kira itu masalah perkembangan teknologi akan mencari keseimbangan baru. Jadi, kita syukuri punya nikel,” pungkasnya. (Shiddiq)