
JAKARTA, NIKEL.CO.ID
Kisruh surveyor penambang atau nikel dengan smelter terus memanas karena perbedaan perhitungan kandungan nikel di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar.
Contohnya, Morowali Industrial Park (IMIP) hanya menggunakan satu surveyor yang ditunjuk smelter, yakni Anindya Wira Konsult. Hal itu melanggar Permen ESDM No. 11 Tahun 2020. Padahal, jika merujuk pada data di Kementerian ESDM, saat ini sudah ada empat surveyor untuk memverifikasi nikel.
Kementerian ESDM menanggapai hal itu dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor: 03.E/30/DJB/2020. Salah satunya poinnya “dalam melakukan penjualan dan pembeli harus menggunakan surveyor yang berbeda antara titik serah dan titik muat”.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, menyatakan, pihaknya sudah membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas mengenai penyelesaian polemik perbedaan hitungan kadar nikel yang merugikan pengusaha dalam negeri.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (Sekjen APNI), Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan harapanya agar pihak surveyor bisa adil dan tidak memihak dalam melakukan analisis dan menyarankan agar dalam pengambilan sampel harus langsung dibagi menjadi empat bagian, yaitu untuk surveyor, penjual, pembeli, dan duplikat untuk persiapan jika terjado perselisihan.
“Pemerintah perlu memberikan sanksi berat kepada surveyor yang tidak melaksanakan tugas dengan baik. Karena, tidak cuma merugikan penambang, tapi juga masalah kepercayaan publik nasional,” pangkasnya. (Varrel Willy)