- Cadangan nikel Antam cukup untuk kebutuhan proyek baterai mobil listrik selama 20 tahun.
- Holding harus mengantisipasi perubahan teknologi baterai.
- Indonesia Battery Corporation mengantongi komitmen kerja sama dengan perusahaan asal Cina.
NIKEL.CO.ID – Indonesia Battery Corporation (IBC) memastikan ketersediaan pasokan nikel dan material penyusun baterai lainnya cukup untuk mendukung industri baterai kendaraan listrik. Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahajana Wirakusumah, menyatakan Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia saat ini.
Menurut Agus, Indonesia memiliki cadangan nikel sebanyak 21 juta ton. Berdasarkan hitungan sementara, kebutuhan nikel untuk mendukung program baterai kendaraan listrik ini akan mencapai 15-16 juta ton hingga 2030. “Menurut penghitungan tim, cadangan yang dimiliki PT Aneka Tambang Tbk saat ini masih mencukupi kebutuhan proyek baterai selama 20 tahun,” katanya, kemarin.
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk merupakan salah satu anggota holding baterai. Dari laporan tahunan perusahaan pada 2020, total cadangan bijih nikel perusahaan mencapai 375,52 juta wet metric ton (wmt), yang terdiri atas 328,41 juta wmt bijih nikel saprolit dan 47,11 juta wmt bijih nikel limonit. Jumlahnya sedikit naik dibanding pada tahun sebelumnya yang sebesar 353,74 juta wmt, dengan saprolit sebanyak 254,12 juta wmt dan limonit 99,62 juta wmt.
Terlepas dari masalah cadangan yang aman, Agus menilai tantangannya justru terletak pada perubahan jenis baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik. Perusahaan harus mengantisipasi perkembangan teknologi yang akan menggantikan nickel manganese cobalt(NMC) seperti lithium ferrous phospate (LFP).
“Walau masa keemasan teknologi Li-ion battery berbasis nikel NMC masih akan ada dalam 15-20 tahun,” ujar dia.
Tantangan lain yang dihadapi holding adalah ketergantungan teknologi baterai pada pemain global dan produsen peralatan asli (original equipment manufacturer/OEM) sebagai pengguna baterai. Indonesia masih belum memiliki pengalaman memadai di bidang ini. Untuk itu, perusahaan holding tengah menyeleksi calon mitra yang memiliki jaringan dengan OEM.
Agus menuturkan timnya telah menyortir 11 calon mitra yang merupakan pemain di industri baterai dan kendaraan listrik global. Para kandidat didekati sejak tahun lalu. Mereka diseleksi dengan tiga kategori utama, yaitu jejak global dan rencana ekspansi, kekuatan finansial dan investasi, reputasi merek, serta hubungan dengan OEM.
Dari hasil seleksi itu, terjaring tiga kandidat utama. Salah satunya Contemporary Amperex Technology Co, Ltd (CATL). Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyatakan telah mengantongi komitmen kerja sama antara perusahaan asal Cina itu dan IBC. Total investasi yang akan dikucurkan mencapai US$ 5 miliar.
Dalam kunjungan kerjanya ke Cina pada 2 April lalu, Erick kembali memastikan komitmen tersebut. “Bila ada kesulitan di lapangan, kami bekerja sama dengan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal),” katanya.
Dengan bantuan mitra tersebut, IBC menargetkan mampu menjadi produsen baterai kendaraan listrik di level global pada 2030. Kapasitas produksi sel baterai perusahaan pada 2030 nanti diproyeksikan mencapai 140 gigawatt per jam. Pengeluaran modal untuk mencapai tujuan itu diestimasi sebesar US$ 13,4-17,4 miliar.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Otomotif Indonesia, Kukuh Kumara, menuturkan keberhasilan IBC memproduksi baterai akan sangat membantu industri mobil listrik. Sebab, sekitar sepertiga dari total harga kendaraan jenis ini berasal dari baterai. Tingginya harga baterai membuat produk ini sulit dijangkau konsumen.
“Kalau komponen baterainya ada dengan harga yang lebih murah dari saat ini, kendaraan baru bisa berkembang,” katanya.
Tentu saja dengan catatan bahwa infrastruktur penunjang lainnya juga tersedia, dari stasiun pengisian listrik hingga fasilitas bengkel mobil listrik.
Sumber: Koran Tempo