NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) tengah menyusun forum environment, social, and governance (ESG) guna mendorong penerapan tata kelola industri nikel yang lebih berkelanjutan.
Langkah ini dilakukan sebagai respons atas meningkatnya perhatian terhadap dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan, termasuk isu pencemaran udara yang disinyalir berkontribusi pada meningkatnya kasus penyakit pernapasan di kawasan industri nikel.
Sekretaris Umum (Sekum) APNI, Meidy Katrin Lengkey, menekankan bahwa konsep ESG harus dipahami secara menyeluruh sebelum membahas solusi teknis seperti carbon capture storage (CCS). Menurutnya, ESG mencakup aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang semuanya harus diperhitungkan dalam pengelolaan pertambangan nikel di Indonesia.
“Kalau kita berbicara lingkungan, itu berarti keadaan lingkungan sekitar tambang. Sosial berkaitan dengan dampak pertambangan terhadap ekonomi dan kesehatan masyarakat. Baru kemudian tata kelola, yang mencakup regulasi dan kepatuhan perusahaan,” ujar perempuan kelahiran 21 April ini kepada nikel.co.id, Kamis (13/2/2025).
APNI mencatat bahwa beberapa uji kesehatan di sekitar area pertambangan dan smelter menunjukkan tingginya kasus pneumonia di kalangan masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan ini, APNI berinisiatif menyusun forum ESG yang akan melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga internasional dan pelaku industri.
“APNI sedang menyusun forum ESG dengan mengundang agensi-agensi dunia dan market. Kita ingin mengetahui standar ESG yang dibutuhkan pasar global dan bagaimana penerapan program ESG dapat menurunkan emisi karbon dari proses pertambangan, mulai dari bijih nikel hingga produk olahan, seperti nickel pig iron (NPI), Feronikel, MHP, dan nikel matte,” jelasnya.
APNI juga tengah menjalin kerja sama dengan International Responsible Mining Assurance (IRMA), Responsible Minerals Initiative (RMI), dan Nickel Institute untuk menyusun regulasi ESG yang dapat diterapkan di sektor pertambangan nikel. Meidy menegaskan bahwa penerapan regulasi ESG yang diterima pasar sangat penting agar industri nikel Indonesia tetap kompetitif di kancah global.
“Kalau regulasi ESG sudah dituangkan dalam aturan, mau tidak mau pelaku industri harus mengikuti. Sama seperti RUU Minerba, meskipun ada pro dan kontra, ketika sudah ditetapkan, maka harus dijalankan,” tambahnya.
Sebagai langkah konkret, APNI berencana menggelar forum ESG pada April mendatang dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Tesla, Mercedes, Hyundai, dan BYD, serta kementerian dan lembaga pemerintah terkait. Forum ini diharapkan dapat merumuskan regulasi ESG yang tidak hanya memenuhi standar nasional, tetapi juga sesuai dengan tuntutan pasar global.
Dengan adanya forum ESG ini, APNI berharap dapat menciptakan standar keberlanjutan yang lebih jelas dan mendorong industri nikel Indonesia untuk lebih bertanggung jawab dalam aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola. (Aninda)