NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Surplus pasokan nikel global terus meningkat, dengan persediaan London Metal Exchange (LME) melonjak dari 50.000 ton menjadi 120.000 ton sejak awal 2024 seperti press release yang diterima nikel.co.id pada Jumat (20/9/2024).
Minat terhadap praktik pertambangan berkelanjutan, termasuk dalam industri nikel, juga semakin berkembang. Praktik Environment, Social, and Governance (ESG) yang baik menjadi kunci utama untuk menarik minat mitra dan investor global.
Indonesia dinilai memiliki posisi krusial dalam menjamin ketersediaan nikel dunia yang semakin penting. Nikel dipandang sebagai elemen kunci untuk mendukung masa depan kendaraan listrik serta mendukung transisi energi, sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia.
Presiden Direktur Eramet Indonesia, Jérôme Baudelet, menyampaikan pandangannya mengenai hal ini dalam International Critical Minerals and Metals Summit 2024 pada Kamis (5/9/2024).
“Ada landasan yang kuat untuk membangun rantai pasokan baterai di sini. Kami percaya produksi nikel Indonesia adalah yang paling kompetitif,” ungkap Jérôme dalam keterangannya kepada media.
Ia juga menyoroti peningkatan surplus pasokan nikel, yang terlihat dari kenaikan persediaan LME dari 50.000 ton menjadi 120.000 ton sejak awal tahun 2024.
“Pergeseran surplus ini terjadi dari nikel kelas II (Nickel Pig Iron) menjadi kelas I (Nickel Metal),” tambahnya.
Jérôme juga menyebut investasi dari Tiongkok sebagai pendorong utama transformasi industri nikel di Indonesia. Namun, ia memperingatkan adanya potensi ketergantungan ekonomi pada Tiongkok.
“Hal ini dapat memunculkan kekhawatiran terkait ketergantungan ekonomi pada negara tersebut,” jelasnya.
Dalam konteks energi bersih, Jérôme mencatat bahwa tren kesadaran terhadap penggunaan energi bersih terus meningkat. Meskipun demikian, ia menyadari pasar belum sepenuhnya siap membayar lebih untuk produksi nikel rendah karbon.
“Kami melihat tren positif. Minat terhadap praktik pertambangan yang berkelanjutan semakin meningkat, termasuk dalam industri nikel,” ujarnya.
Mengenai dampak geopolitik, seperti perang antara Rusia dan Ukraina, Jérôme mengakui bahwa situasi tersebut memengaruhi stabilitas pasokan nikel. Meski begitu, Eramet tetap optimis terhadap prospek jangka panjang nikel, didorong oleh pertumbuhan pasar kendaraan listrik dan permintaan dari pasar stainless steel.
“Prioritas kami adalah pengelolaan sumber daya mineral yang bertanggung jawab, sambil membangun kemitraan yang kuat dengan pemerintah dan pelaku industri lainnya. Kami berkomitmen mendukung pertumbuhan Indonesia dengan membangun ekosistem pertambangan yang berkelanjutan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Jérôme menambahkan bahwa sebagai pemasok nikel utama, Indonesia perlu menyesuaikan diri dengan regulasi internasional, seperti Inflation Reduction Act (IRA), untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat dari pasar Barat.
“Selain itu, pengembangan produk nikel yang kompetitif serta penerapan praktik ESG yang kuat akan menjadi kunci untuk menarik investasi asing dan mitra global,” tambah Jérôme.
Untuk memastikan produksi nikel yang berkelanjutan, Eramet bersama beberapa perusahaan tambang di Indonesia telah mengadopsi standar IRMA yang ketat. Inisiatif ini melibatkan lebih dari 100 pemangku kepentingan dan menjadi tolok ukur global untuk praktik pertambangan yang berkelanjutan.
“Dengan mengadopsi standar IRMA, kami tidak hanya memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk melacak asal usul nikel mereka, tetapi juga membuka peluang bagi produsen Indonesia untuk menempatkan posisi strategis di pasar nikel,” pungkas Jérôme. (Aninda)