NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Salah satu perusahaan nikel besar milik China, CNGR, tengah mengembangkan fasilitas kawasan terintegrasi di Indonesia, tepatnya di wilayah Konawe Utara.
Diketahui, CNGR telah membangun fasilitas industri pengolahan nikel di Morowali, Morowali Utara, Weda Bay, dan Batulicin.
Hal tersebut diketahui saat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, berkunjung ke fasilitas industri terintegrasi CNGR yang berbasis di daerah Qinzhou, China bagian selatan.
Saat kunjungan tersebut, Airlangga disambut Chairman CNGR, Deng Wei Ming. Deng menyampaikan komitmennya kepada Menko Airlangga.
“CNGR berkomitmen untuk bekerja sama dengan universitas terkemuka di Indonesia dalam pengembangan diversifikasi teknologi industri material untuk energi baru di Indonesia,” ujar Deng, dikutip nikel.co.id, Rabu (29/5/2024).
CNGR adalah salah satu group perusahaan besar dari China yang bergerak di industri pengolahan nikel dari hulu sampai hilir. CNGR merupakan perusahaan yang memimpin pengembangan dan inovasi di bidang energi material, dan diakui sebagai The World Leader in New Energy Materials.
CNGR melakukan 4 modernisasi industri, diversifikasi teknologi, globalisasi pengembangan, digitalisasi operasional dan membuat ekologisasi industri. Sebagai industri terintegrasi dalam pengolahan nikel, CNGR memproduksi sintesa prekursor terner dan nikel elektrolitik.
CNGR merencanakan untuk melakukan investasi sebesar Rp168,2 triliun dalam 20 tahun ke depan dan sejak 2021 sudah melakukan investasi sebesar Rp32,1 triliun di Indonesia.
Saat ini CNGR mulai mengembangkan fasilitas kawasan terintegrasi di Konawe Utara yang disebut Kawasan Industri Tekno Hijau Konasara (KITHK) seluas lebih dari 5.000 hektare yang akan dimulai pembangunannya pada kuartal keempat tahun 2024 ini dan akan menyerap 28 ribu tenaga kerja lokal.
Untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan ketahanan cadangan mineral Indonesia, CNGR melakukan pengolahan biji nikel dengan inovasi teknologi oxygen enriched side blown furnace (OESBF).
Teknologi ini merupakan industri pertama di dunia yang mengimplementasikan pemanfaatan bijih nikel dengan cakupan grade yang lebih luas, efisiensi energi yang meminimalisir emisi karbon, dan produksi limbah yang ramah lingkungan serta dapat dimanfaatkan oleh industri lain.
Selain itu, sebagai hasil dari sinergi dengan kebijakan hilirisasi mineral di Indonesia, CNGR telah berhasil memproduksi elektrolitik nikel (nickel cathode) dengan kemurnian 99,99% dan per 23 Mei 2024 kemarin telah membawa nikel Indonesia masuk ke dalam rantai pasokan metal di London Metal Exchange (LME).
Saat kunjungan, Menko Airlangga juga mengecek secara langsung berbagai fasilitas industri, yaitu fasilitas teknologi OESBF untuk ketahanan cadangan mineral karena dapat mengambil cakupan nikel dengan grade yang lebih luas.
Kemudian melihat fasilitas elektrolitik nikel yang menggunakan teknologi ekstraksi sentrifugasi. Selanjutnya, melihat teknologi untuk produksi prekursor bahan baku battery lithium yang saat ini CNGR menjadi top global untuk pemasok prekursor bagi rantai industri baterai litium selama 4 tahun berturut-turut, yang digunakan oleh banyak industri terkemuka seperti Tesla, Samsung, LG, SK, dan Panasonic.
Setelah mengecek secara langsung berbagai inovasi teknologi dalam satu rantai industri terintegrasi dalam rantai pasok electric vehicles (EV), Menko Airlangga lalu mendorong agar CNGR membantu pengembangan R&D material untuk energi baru yang bekerja sama dengan perguruan tinggi, dalam hal ini dengan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (FT UGM).
Melalui kerja sama ini akan dipersiapkan pendirian metal energy R&D center atau pusat riset dan pengembangan material energi. Menyambut kerja sama ini, pihak UGM akan mendorong pengembangan engineering research innovation center di UGM, yang saat ini penelitiannya lebih banyak mengenai recycling, rare earth element, deposit material di Indonesia. Diharapkan dengan adanya dukungan CNGR akan lebih fokus ke material untuk energi baru.
Sebagai tindak lanjutnya, pihak CNGR akan segera mengunjungi UGM dengan dipimpin oleh Shuo Yin, Chief Expert dari General Institute of Research CNGR. (Lili Handayani)