NIKEL.CO.ID, 26 JUNI 2023 – Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai keberanian nyali Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), sangat besar ketika memberlakukan larangan ekspor bijih nikel pada awal Januari 2020 dan tidak gentar menghadapi gugatan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Akan tetapi, nyali Presiden Jokowi menjadi ciut ketika menghadapi PT Freeport McMoran dengan memberikan kebijakan relaksasi (penundaan) larangan ekspor konsentrat.
“Namun, sayang nyali Jokowi itu berhasil dipatahkan oleh Freeport McMoran yang memaksa Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan relaksasi (penundaan) larangan ekspor konsentrat, bahan baku timah, perak, dan emas,” kata Fahmy secara tertulis kepada nikel.co.id, Senin, (26/6/2023).
Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lagi-lagi memberikan izin relaksasi ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). Izin ekspor konsentrat itu mestinya berakhir pada Juni 2023, namun diperpanjang sampai Mei 2024.
“Pemberian relaksasi ekspor konsentrat itu menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri,” ujarnya.
Dia memaparkan, sebelumnya keberanian Jokowi yang mampu memberikan kepastian di dunia pertambangan dalam menghadapi gugatan UE di WTO sangat gahar meski kalah. Namun, nyalinya semakin besar dengan melanjutkan pelarangan ekspor seluruh hasil tambang dan mineral, tanpa hilirisasi di smelter dalam negeri.
Perlu diketahui, kata dia, tujuan hilirisasi adalah untuk menaikkan nilai tambah dan pembangunan ekosistem industri terkait. Program hilirisasi terbukti menaikkan nilai tambah yang berlipat-lipat. Pascapelarangan ekspor bahan mentah, Indonesia berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel hingga 19 kali lipat, yang semula hanya Rp17 triliun atau US$ 1,1 miliar pada 2017 meningkat menjadi Rp326 triliun atau US$ 20,9 miliar pada 2022. Demikian juga dengan nilai tambah yang dihasilkan produk turunan bauksit telah meningkatkan pendapatan negara dari Rp21 triliun pada 2017 menjadi sekitar Rp62 triliun pada akhir 2022.
“Dengan kenaikan pendapatan itu, Jokowi semakin berani dan bernyali melanjutkan larangan ekspor seluruh bahan mentah hasil tambang dan mineral,” paparnya.
Fahmy melanjutkan, hal ini akan berdampak pada pengusaha smelter dan tambang. Mereka akan menuntut relaksasi ekspor bahan mentah serupa. Kalau pemerintah memenuhi tuntutan tersebut, tidak bisa dihindari nasib program hilirisasi akan porak-poranda.
“Program hilirisasi semakin porak-poranda manakala ditemukan ekspor ilegal bijih nikel sebanyak 5,3 juta ton ke China yang berlangsung sejak 2020,” jelasnya.
Bukan hanya itu, ia juga menegaskan, relaksasi ekspor konsentrat ini akan berdampak domino dan menyebar yang akan menimbulkan ketidakpastian para investor.
“Selain itu, pemberian relaksasi ekspor konsentrat dan ekspor ilegal bijih nikel akan memicu ketidakpastian yang menyebabkan investor smelter hengkang dari negeri ini,” tegasnya.
Perlu diketahui, berdasarkan amanat UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), ekspor mineral mentah, termasuk konsentrat, dilarang mulai 10 Juni 2023. Akan tetapi, karena terjadi pandemi Covid-19 pada 2020-2021 maka pemerintah menilai ada unsur pertimbangan keadaan kahar atau force majeure bagi PT Freeport Indonesia, yang berdampak pada tertundanya pembangunan smelter terbarunya ini.
Dengan alasan itu, pemerintah mengizinkan Freeport untuk melanjutkan ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024, sesuai jadwal smelter barunya ini beroperasi. Menurut pemberitaan, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengatakan, meskipun diberikan izin kelanjutan ekspor konsentrat hingga Mei 2024, syarat tertentu harus dipenuhi. Arifin menegaskan, Freeport tetap akan diizinkan ekspor, dengan membayar kompensasi, seperti denda setelah Juni 2023.
Reporter: Shiddiq
Editor: Rusdi Dj.