
NIKEL.CO.ID, 14 Maret 2023-Asisten Deputi Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Tubagus Nugraha mengatakan, Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan mineral sangat besar. Komoditas mineral yang dibutuhkan untuk transisi energi banyak terdapat di Indonesia.
Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha menyampaikan, pemerintah berharap dari potensi sumber daya mineral logam dan semua potensi yang ada, dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Sementara dari sisi PDB per kapita diharapkan bertumbuh US$ 10.000 dan PDB Indonesia bisa mencapai US$ 3 triliun pada 2045.
“Saya pikir cita-cita ini sangat masuk akal, karena kita bisa memperhitungkan untuk mendayagunakan dan mentransformasikan sumber daya mineral logam yang ada lebih berguna secara ekonomi,” kata Tubagus optimistis dalam sebuah diskusi dengan Shell via zoom, Senin (13/3/2023) kemarin.
Untuk wujudkan Indonesia Maju 2045, Tubagus mengutarakan, beberapa kebijakan sudah dilakukan pemerintah. Misalnya kebijakan investasi difokuskan pada sektor yang mampu mendukung Indonesia menjadi negara maju di 2045.
Tubagus menyebutkan, ada tiga item dilakukan secara khusus yang berkorelasi pemberdayaan sumber daya mineral. Pertama, di sektor hilirisasi mineral dan batu bara (minerba), investasi diperuntukkan untuk peleburan minerba. Kedua, komoditi berorientasi ekspor, investasi diperuntukkan pengembangan produksi baterai dan kendaraan listrik. Ketiga, dalam konteks perbaikan neraca perdagangan Indonesia terus mengembangkan industri baja.
Dari sisi promosi, pemerintah mendorong pengusaha lokal dan investor dari luar Indonesia. Kemudian dilakukan pengurangan kesenjangan antara pembangunan di Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa. Selain itu, pemerintah memberikan kemudahan insentif sesuai kebutuhan investor.
Diuraikan, posisi sumber daya mineral Indonesia, untuk komoditas nikel berada di urutan pertama di dunia, bauksit di posisi enam, aluminimum berada di posisi sepuluh, timah urutan dua, emas di urutan lima, dan copper berada di posisi pertama.
Berdasarkan hasil penelitian Badan Geologi, Indonesia sendiri memiliki 15 jalur mineral logam dengan panjang 15.000 kilometer. Secara intensif wilayah yang sudah dilakukan eksplorasi dan dieksploitasi baru sepanjang 7 kilometer, sedangkan 8 kilometer lagi belum dilakukan eksplorasi secara optimal.
Wilayah Sulwesi dan Maluku Utara, dicontohkan Tubagus, merupakan sabuk penghasil mineralisasi nikel. Nusa Tenggara dan Aceh sebagai sabuk mineral emas dan tembaga. Wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah merupakan sabuk mineral bauksit.
Di Indonesia ada 11 basis mineral logam, mulai tembaga, emas, timah, perak, mangan, besi, timbal, seng, kobalt, nikel, dan bauksit. Presiden Joko Widodo sedang mengembangkan hilirisasi industri untuk memberikan nilai tambah mineral logam tersebut. Dan nikel merupakan komoditas mineral logam yang dijadikan referensi, karena nikel menjadi pelopor terkait meningkatnya kegiatan hilirisasi mineral di Indonesia. Presiden menyatakan ada peningkatan ekspor besi baja 18 kali lipat, dari tahun 2016 hanya US$ 16 triliun dan di akhir 2022 meningkat US$ 440 triliun.
“Itu yang dihasilkan dari nikel sebagai bahan baku besi baja. Artinya, ada kisah sukses yang terjadi pada hilirisasi nikel,” jelasnya.
Untuk itu, pemerintah mempunyai beberapa priortas kebijakan dalam tata kelola nikel. Kembali disebutkan Tubagus, pertama, ada peningkatan nilai tambah dari pengolahan bijih nikel. Kedua, terkait peningkatan cadangan, kebijakan itu berorientasi dengan mempertimbangkan umur cadangan nikel yang ada di Indonesia. Ketiga, pemanfaatan sumberdaya mineral, khususnya nikel dapat meningkatkan kontribusi bagi pendapatan negara dan investasi, baik dari sisi perpajakan maupun royalti.
Tubagus menambahkan, atas dasar konsideran sumber daya, cadangan, dan nilai ekonomis, sejak kebijakan hilirisasi dikembangkan banyak sekali industri pengolahan dan pemurnian serta kawasan industri mineral berkembang di Indonesia. Berdasarkan semua jenis logam yang ada di Indonesia, akan bertumbuh sekitar 187 smelter. Khusus untuk smelter nikel akan bertumbuh 111 smelter, yang berada di kawasan industri apakah itu di Gunbuster Nikcel Industry, IWIP, IMIP, dan kawasan industri lainnya.
“Saat ini sudah beroperasi 74 smelter nikel, sisanya masih tahap konstruksi dan perencanaan. Dari 106 perusahaan, ada yang mengembangkan smelter berbasis pirometalurgi, sudah ada 149 line yang beroperasi dengan kebutuhan 115.456.505 bijih wet metric ton (wmt) nikel kadar tinggi per tahun,” tuturnya.
Sedangkan smelter berbasis hidrometalurgi sudah beropreasi 11 line yang membutuhkan suplai 24.818.778 wmt bijih nikel kadar rendah per tahun. Jika semua smelter nikel sudah beroperasi, tentunya kebutuhan bijih nikel kadar tinggi dan kadar rendah akan meningkat lagi per tahun. (Syarif)