NIKEL.CO.ID – Komoditas nikel yang tengah naik daun membuat sejumlah korporasi tergiur untuk melebarkan sayap bisnisnya ke sektor ini. Skema akuisisi dan ekspansi pun ditempuh demi mendulang cuan dari nikel.
Teranyar, PT Harum Energy Tbk. membeli 259.603 saham baru atau 24,5% saham PT Infei Metal Industry. Transaksi akuisisi perusahaan smelter nikel senilai US$68,6 juta itu dilakukan Harum Energy melalui anak usahanya, PT Tanito Harum Nickel.
Direktur Utama Harum Energy Ray A. Gunara menjelaskan bahwa tujuan transaksi itu untuk mengembangkan kegiatan usaha hilir penambangan nikel ke tahap pengolahan guna meningkatkan nilai tambah.
Emiten berkode saham HRUM itu sebelumnya telah mencaplok 51% atau 24.287 saham milik Aquila Nickel Pte. Ltd. di PT Position senilai US$80,325 juta. PT Position telah memiliki Izin Usaha Pertambangan nikel.
HRUM yang terafi liasi dengan taipan Kiki Barki itu juga terus menambah kepemilikan saham di Nickel Mines Ltd. sehingga per 15 Desember 2020 mencapai 4,88%.
Aksi serupa sebelumnya dilakukan PT Resources Alam Indonesia Tbk. (KKGI). Perusahaan yang lebih fokus di sektor pertambangan batu bara ini telah melakukan pengikatan jual beli 70% saham dua perusahaan nikel, yakni PT Buton Mineral Indonesia dan PT Bira Mineral Nusantara.
Menurut Direktur Resource Alam Indonesia Agoes Soegiarto, transaksi yang nilainya masing-masing sebesar Rp175 juta itu merupakan upaya untuk mempersiapkan ekspansi bisnis ke tambang nikel.
Jika ditilik di pasar modal, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) merupakan dua emiten yang memiliki portofolio tambang nikel berskala besar.
Saat ini INCO sedang merampungkan fi nal investment decision (FID) proyek smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tengah dan smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tenggara. FID kedua proyek itu ditargetkan beres pada kuartal I/2021.
Adapun, ANTM sedang menggarap Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH) yang diproyeksi menelan investasi Rp3,5 triliun untuk Line 1.
Kunto Hendrapawoko, SVP Corporate Secretary ANTM, Selasa (23/2), mengatakan perseroan fokus menyelesaikan proyek smelter. Menurutnya, ketika pabrik P3FH sudah beroperasi maka kapasitas feronikel ANTM akan meningkat di tengah outlook nikel yang kian positif.
Hal itu sejalan dengan pernyataan Catherina Vincentia, Research Associate MNC Sekuritas, dalam riset yang dipublikasikan Bloomberg. Dia memperkirakan harga nikel bakal mengilap ke level US$20.500 per ton pada
2021.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan saat ini sejumlah perusahaan tengah berlomba menguasai pasokan bahan baku untuk industri hilir.
Dia meramalkan pertambangan dan smelter nikel akan meningkat setidaknya dalam 2 tahun-3 tahun ke depan.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir dalam diskusi virtual, Selasa (23/2/2021), menuturkan Indonesia merupakan negara dengan potensi kebutuhan baterai electric vehicle (EV) tinggi di masa depan sekaligus penghasil bahan bakunya.
Rekomendasi Saham
Adapun, upaya sejumlah emiten tambang untuk melakukan diversifi kasi ke komoditas nikel diprediksi bakal memacu kinerja perseroan. Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani menjelaskan nikel juga sebagai bagian dari energi bersih masa depan. Emiten-emiten dari sektor nikel pun memiliki prospek bagus dalam jangka panjang.
Senada, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetyo merekomendasikan sahamsaham penopang ekosistem EV kelak, yang saat ini harganya masih murah.
Dia merekomendasikan beli saham UNTR dengan target harga Rp30.000-Rp32.000, AKRA dengan target Rp4.200-Rp4.500 dan PTBA dengan target Rp3.200.
Sumber: Harian Bisnis Indonesia Edisi 24 Februari 2021