Beranda Berita Nasional APNI Dukung Pemerintah Hadapi Gugatan Uni Eropa

APNI Dukung Pemerintah Hadapi Gugatan Uni Eropa

1079
0

NIKEL.CO.IDAsosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memastikan mendukung penuh kebijakan Pemerintah Indonesia walau ditentang Uni Eropa terhadap kebijakan larangan ekspor ore nikel ke Organisasi Pedagang Dunia (WTO).

Di sisi lain,penambang tetap mengikuti arah regulasi yang dijabarkan dalam Harga Patokan Penjualan Mineral  (HPM).

Aturan ini diterapkan oleh penambang maupun pemilik smelter di Indonesia. Namun APNI menilai belum 100 persen diterapkan. Masih banyak permainan.

“Dalam kondisi ini kita mendukung apa yang sudah menjadi aturan pemerintah. Kalau regulasi berjalan baik, tentunya para penambang, atau industri hulu maupun hilir (smelter) pada prinsipnya kita minta fairness. Karena apa kita sudah punya Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 namun pengawasan HPM belum belum maksimal. Kenapa diturunkan Satgas (satuan tugas) untuk mengawasi pelaksanaan HPM? Itupun kami nilai belum berjalan maksimal,” kata Sekretaris Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey Jumat petang (15/01/2021) di Jakarta.

Meidy bercerita, masih banyak permainan di kalangan surveyor. Lebih parah dari kondisi sebelum terbitnya Permen ESDM tadi. Banyak hasil analisa dipermainkan oleh surveyor tambang.

“Banyak anggota kami mengeluh pada saat di pelabuhan bongkar kok kadar mineral jauh banget. Bahkan yang paling lucu, misalkan ada satu surveyor A di pelabuhan muat dan sampai di pelabuhan bongkar pakai surveyor itu juga.Kok bisa beda hasilnya. Perusahaan yang sama,laboratorium yang sama kok bisa beda?,” keluh Meidy.

Dukung Pemerintah Hadapi Gugatan Uni Eropa

Menghadapi gugatan Uni Eropa, para penambang anggota APNI tetap mengikuti aturan yang ada saja, yang dibuat Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

“Kami ikuti apapun itu bentuk keputusan Pemerintah Indonesia. Dengan syarat bahwa: 1).Para pemilik smelter mineral mengikuti aturan, jangan cuma penambang saja yang disuruh ikuti aturan. 2). Coba juga diawasi bagaimana para surveyor ini melakukan kadar analisanya,” tutur Meidy.

Meidy menyiratkan keprihatinannya terkait unsur Nikel yang banyak dipermainkan.

“Kalau ekspor dalam kontrak tidak ada syarat unsur SIO/MgO (Silica/Magnesium) tapi saat ini sejak diberlakukan HPM smelter juga ikut memberlakukan syarat SIO / Mgo. Sedangkan banyak wilayah pertambangan nikel yang tidak sesuai syarat SiO / MGO.
Kami sudah di reject unsur Nikel, ditambah lagi unsur Fe dan MC tambah lagi unsur SIO/MGO ini”, ungkap Meidy dengan nada sedih.

Meidy meminta smelter juga mengikuti aturan.

Dia pun meminta penerapan HPM benar-benar murni berjalan 100%. Jangan hanya anggota APNI saja yang ditindak, pelaku pembeli juga harus ditindak– dalam hal ini smelter– dan juga trader.

“Point paling penting-penting banget, adalah selalu dari dulu loh saya sampaikan; bagaimana optimalisasi mineral kadar rendah. Ini kadar rendahnya berhamburan luar biasa. Padahal kadar rendah ini punya nilai jual yang tinggi kalau kita ekspor,” tutur Meidy.

Pemerintah, lanjutnya, diminta konsisten dalam mengawasi proses bagaimana transaksi nikel ini berjalan. Jangan mem-back up hilir tapi juga dilihat hulunya. Hilir tidak akan berjalan dengan bagus tanpa ada supply chain dari hulu tambang.

“Apapun bentuk peraturan pemerintah, kita ngikut. Apalagi kalau kita bicara ini smelter murni berdiri semua, berproduksi semua, ya sudah lah jangan ekspor. Karena sudah pasti deposit kita tidak akan mencukupi kalau memang kita mau buka keran ekspor lagi. Dan bagaimana combine dengan kebutuhuan smelter dalam negeri. Kita back up kok smelter dalam negeri. Cuma ya itu tadi.. Apa sudah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku? Apakah surveyor tidak bermain lagi? Apakah kadar rendah-kadar rendah ini bisa teroptimalisasi?” tukas Meidy.

Di sisi lain, Pemerintah meminta penambang bersabar karena akan ada pabrik battery. Namun sampai saat ini APNI belum melihat pabrik battery yang sudah berdiri yang bisa mengakomodir nikel kadar rendah.

“Pabrik battery mengambil Cobalt. Nah Cobalt itu bukan Saprolite. Adanya di Lemonnite. Yang kita bahas hari ini bagaimana Saprolite Nikel kadar rendah,” cetus Meidy.

Meidy memastikan, pihaknya tidak akan menusuk dari belakang terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia yang ditentang oleh Uni Eropa. APNI sangat mendukung Pemerintah Indonesia.

“Cuma ya mbok ya pemerintah memperhatikan kita, para penambang. Aturan benar-benar belaku ke semua. Baik itu di hulu maupun di hilir,” pungkas Meidy.

Sumber: ruangenergi.com