Beranda Berita International “Perang Nikel” di WTO, Indonesia Berhak Batasi Perdagangan demi Kepentingan Nasional

“Perang Nikel” di WTO, Indonesia Berhak Batasi Perdagangan demi Kepentingan Nasional

2374
0
Pertambangan nikel (ilustrasi) (Foto: ist)
Pertambangan nikel (ilustrasi) (Foto: ist)
JAKARTA, NIKEL.CO.ID

Dengan cara apa pun akan kita lawan! Demikian kalimat tegas yang disampaikan Presiden RI, Joko Widodo, sehubungan dengan gugatan Uni Eropa (UE) di panel World Trade Organization (WTO) atas kebijakan Indonesia melarang ekspor bijih nikel mentah (raw material).

“Jangan tarik-tarik kita ke WTO gara-gara kita setop kirim raw material. Dengan cara apa pun akan kita lawan,” kata Presiden Jokowi dalam seminar “Kompas100 CEO Forum”, Kamis (18/11/2021).

Jokowi menyampaikan, saat menghadiri KTT G20 di Roma, Italia, memang banyak pemimpin negara yang memberikan perhatian mengenai sikap tegas Indonesia tersebut. Pada saat yang sama, arah kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah mineral tambang di dalam negeri akan tetap dipertahankan.

Sementara itu, pemimpin delegasi Indonesia pada sidang panel sengketa WTO, Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga beberapa waktu lalu mengatakan, alasan kebijakan larangan ekspor produk bijih nikel mentah dapat dibenarkan berdasarkan ketentuan WTO, yakni sejalan dengan alasan dibentuknya WTO pada 1995.

Dia menegaskan, nikel adalah komoditas strategis Indonesia yang penting bagi ekonomi Indonesia, sekaligus dalam kaitannya sebagai sumber daya yang tak terbarukan.

“Jadi Indonesia berhak membatasi perdagangan demi kepentingan masyarakat dan keberlanjutan (sustainability),” kata Jerry dalam keterangannya kepada media, Minggu (21/11/2021).

Indonesia, katanya melanjutkan, berhak mengatur perdagangan sumber-sumber daya strategisnya, apalagi berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas dan kepentingan ekonomi yang berkelanjutan juga.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020 dalam booklet bertajuk “Peluang Investasi Nikel Indonesia”, Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton nikel. Jumlah yang fantastis karena cadangan tersebut merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton.

Nikel sedang naik daun karena merupakan salah satu bahan utama untuk membuat baterai mobil listrik (electric vehicle/EV) yang menjadi tren dunia saat ini.

Sebagai pemilik cadangan nikel terbesar dunia, pemerintah berupaya mengoptimalkan pemanfaatan nikel bagi perekonomian dan kepentingan nasional.

“Pembatasan ekspor nikel adalah bagian dari hal tersebut,” ucap Jerry Sambuaga.

Dia berharap, industri berbasis nikel juga bisa tumbuh dengan memanfaatkan momentum ini. Jadi, perdagangan dan industri nikel memberikan nilai tambah yang tertinggi sesuai amanat Presiden Jokowi.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, melalui keterangan resminya, Jumat (19/11/2021), mengatakan,  UE berpendapat bahwa Indonesia telah melanggar komitmen anggota WTO untuk memberikan akses seluasnya bagi perdagangan internasional, termasuk di antaranya produk nikel mentah. Mereka menilai Indonesia secara nyata melanggar Pasal XI:1 dari GATT 1994.

Dukungan APNI

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) sejak awal mendukung pemerintah untuk menghadapi gugatan UE terkait pelarangan ekspor biji nikel. Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, mengatakan, larangan ekspor bijih nikel mentah yang diterapkan oleh pemerintah bertujuan baik untuk menciptakan hilirisasi nikel dalam negeri.

APNI memastikan larangan ekspor bijih nikel akan menguntungkan smelter dalam negeri.  Namun, APNI meminta pemerintah memperbaiki sejumlah aturan mengenai tata niaga nikel agar ada keadilan antara penambang dan pengelola smelter.

“Artinya, kita meminta agar smelter dalam negeri mengikuti aturan. Apa aturannya? Itu dong sudah ada Permen mengenai HPM (harga patokan mineral, red) ya diikuti. Masa hanya kita saja. Kalau penambang menjual dengan harga di luar yang ditentukan pemerintah maka kita kena sanksi. Ujung-ujungnya tiga kali teguran, (teguran) keempat kali, izin kita dicabut,” ujar Meidy belum lama ini.

Dukungan juga datang dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI terhadap kebijakan Pemerintahan Jokowi. Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti dengan  tegas mendukung kebijakan Jokowi dan menyebut Indonesia tidak perlu takut dengan ancaman UE.

“Justru ini saat yang tepat untuk memperlihatkan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara. Buktikan jika kita negara yang kuat,” tutur LaNyalla dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/11/2021).

Senator asal Jawa Timur ini berharap pemerintah memiliki komitmen yang jelas dan tetap konsisten dalam membuat setiap kebijakan.

“Harus ada komitmen dari pemerintah. Jangan sampai ucapan yang disampaikan presiden digembosi dengan ditakut-takuti. Kita akan dukung agar presiden konsisten dengan sikapnya,” jelasnya. (Rus/Fia)