Oleh: Tito Gatsu *)
INDONESIA akan menjadi salah satu negara yang menjadi pusat ketergantungan dari alat transportasi masa depan .
Hal ini tentu Membuat Amerika dan negara penghasil minyak bumi resah.Karena menjadi produsen baterai mobil listrik terbesar didunia.
Sebagai rakyat Indonesia seharusnya Kita bangga dengan apa yang dilakukan Pemerintah Jokowi secara perlahan tapi pasti mulai menerapkan ekonomi Trisakti, yang terpopuler saat ini adalah memberhentikan ekspor Nikel .
Seperti Kita ketahui bahwa Era pengembangan mobil listrik di Indonesia perlahan mulai tampak. Pasokan baterai yang menjadi isu utama pengembangan kendaraan listrik mulai terpecahkan.
Perusahaan asal Korea Selatan, Hyundai Motor Group bekerja sama dengan LG Chem Ltd, berencana membangun pabrik baterai di Indonesia. Nilai investasinya mencapai US$ 9,8 miliar.
Pembangunan pabrik baterai oleh Hyundai-LG ini akan pertama kalinya menjadi yang terbesar dan terintegrasi di dunia.
“Pabrik baterai ini dibangun dari hulu sampai hilir. Sampai packing baterai. Ini perusahaan pertama di dunia yang terintegrasi, dari proses tahap pertama sampai dengan jadi baterai. Investasinya nggak main-main, US$ 9,8 billion. Dan sudah final.
“Hyundai Motor Group berkolaborasi dengan LG Chem dalam berbagai proyek.
Saat ini beberapa pabrikan mobil global memang sedang berlomba-lomba untuk mencari sumber produksi baterai guna mempersiapkan diri untuk mengantisipasi perkembangan otomotif ke era mobil listrik. LG Chem sendiri pun sudah mendirikan usaha dengan beberapa produsen mobil, seperti General Motors Co, Hyundai, Tesla, dan Geely Automobile
Di masa mendatang Indonesia menjadi negara terpandang karena lantaran menjadi negara produsen baterai lithium terbesar kedua di dunia. Dan berpotensi menjadi nomer satu.
“Kenapa pemerintah melihat nikel ore ini penting? Ini karena kendaraan listrik dibutuhkan untuk mencapai Paris Agreement 2030. Artinya, international combustion akan hilang pada 2030 dan mereka akan lari ke litium baterai. Dan kita akan menjadi produsen litium baterai terbesar di dunia.”
Tepat dua tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Saat ini sedang menunggu aturan turunan berupa petunjuk teknis (Juknis) di kementerian perindustrian.
Jokowi menghentikan ekspor Nikel pada 1 Januari 2020 .
Blok dagang Uni Eropa yang beranggotakan 28 negara, telah melayangkan protes kepada Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Uni Eropa menggugat Indonesia lewat surat ke WTO pada 22 November 2019. Kebijakan Indonesia digugat karena dianggap tidak adil dan berpotensi melumpuhkan industri baja dunia, khususnya di Eropa
27 persen pasokan bahan baku nikel ke berbagai negara dikuasai Indonesia. Dan dari sekian banyak cadangan nikel dunia, 23,7 persen tersimpan di Indonesia, dengan total cadangan mencapai 11,88 miliar metrik ton.
Jokowi menegaskan, sikap Uni Eropa harus siap dihadapi Indonesia. Karena yang terpenting adalah, bagaimana supaya kekayaan alam Indonesia memperoleh nilai tambah.
“Digugat ke WTO, gak apa, kita hadapi. Kalau sudah digugat, gak apa. Jangan digugat terus grogi, enggak. Kita hadapi, karena memang kita ingin bahan mentah ini ada added value-nya,” kata Jokowi.
Memang secara logika dengan perhitungan yang matang jika barang milik Indonesia siapa yang bisa mengganggu ? Kalah toh ada gugatan biasanya hanya menyangkut hubungan antar Negara sedangkan ketergantungan Indonesia kepada negara-negara Eropa semakin kecil , tidak seperti jaman Presiden sebelumnya yang jarang terjun sampai ke masalah teknis pemerintah Indonesia hanya dihiasi oleh masalah-masalah yang populis tanpa memikirkan nilai tambah bagi Industri dan perekonomian Nasional.
Jokowi kemudian melakukan program hilirisasi, dengan membangun smelter atau pabrik pengolahan sekaligus pemurnian.
Ada sebanyak 31 perusahaan ditunjuk untuk membangun smelter. Dua di antaranya yaitu PT Vale Indonesia dan PT Aneka Tambang.
Semua perusahaan yang ditunjuk diminta mengolah bahan baku nikel menjadi feronikel, bahkan sampai ke bentuk stainless steel atau baja anti karat.
Apabila nikel yang selama ini diekspor diolah langsung jadi feronikel, maka harganya bisa 10 kali lipat. Dan jika diolah lagi menjadi stainless steel, tentu harganya semakin tinggi, 19 kali lipat.
Kemudian, keuntungan bagi Indonesia bukan cuma soal nilai tambah, melainkan juga terbukanya lapangan kerja yang cukup luas. Beroperasinya puluhan pabrik tadi pasti mampu menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit.
Jadi tujuan kebijakan larangan ekspor nikel mentah ke luar negeri tidak bermaksud mengganggu industri baja dunia, tetapi lebih kepada bagaimana Indonesia memanfaatkan potensi nikel demi keuntungan negara dan kesejahteraan masyarakat.
pada 2027, era kendaraan listrik akan dimulai. Dan salah satu pemainnya adalah Uni Eropa. Maka patut dimengerti jika Uni Eropa akhirnya merasa terganggu atas adanya larangan ekspor nikel oleh Indonesia.
Nikel yang dijuluki “the mothers of industry” merupakan tulang punggung industri otomotif. Di samping bermanfaat usai berwujud stainless steel, 6 persen bahan dasar nikel berguna dalam pembuatan baterai.
Indonesia tidak mau bertindak sebatas pemasok bahan baku, terlebih menjadi penonton manakala era baru itu berlaku. Sehingga, pemerintah pun cepat berhitung, agar pabrik baterai listrik dan kendaraan listrik hadir di tanah air.
Tahukah bila yang ‘kecewa’ terhadap Indonesia bukan hanya Uni Eropa? Malaysia juga demikian. Mantan Perdana Menteri Malaysia, Najab Razak bahkan menulis status rasa ‘iri’ di Facebook.
Najib menyentil pemerintah Malaysia karena iri melihat Indonesia yang dilirik beberapa perusahaan raksasa dunia. Perusahaan yang disebut Najib, antara lain Google, Amazon, dan Tesla.
“Tesla akan ke Indonesia. Amazon akan ke Indonesia. Google akan ke Indonesia. Apa yang sudah berlaku?,” tulis Najib akun Facebook miliknya bernama @najibrazak, Senin (14/12/2020).
Perlu diingat, untuk urusan kerjasama dengan perusahaan pertama yang disebut Najib, yaitu Tesla, tengah dijajaki Indonesia. Bahkan Presiden Jokowi langsung turun tangan menelepon CEO Tesla, Elon Musk, pada 11 Desember 2020.
Khusus Tesla, Indonesia berharap investasi di dua kepentingan tersebut disetujui. Namun, tahukah bahwa masih ada perusahaan asing lain yang turut berminat berinvestasi di Indonesia?
Yang jelas, sekurangnya terdapat lima nama perusahaan lagi. Satunya sudah mendirikan pabrik mobil listrik, yaitu Hyundai Motor Company, dengan jumlah investasi sebesar Rp 22 triliun.
Sementara keempat perusahaan berikutnya adalah China’s Contemporary Amperex Tecnhology Co. Limited (CATL) dengan komitmen investasi Rp 70,6 triliun untuk pabrik baterai lithium ion.
Selanjutnya LG Chem Ltd dengan komitmen investasi Rp 130 triliun untuk pabrik baterai, Volkswagen dengan komitmen tahap awal investasi Rp 14 triliun untuk pabrik baterai, dan BYD Company Ltd yang tengah dijajaki nilai investasinya.
Kiranya ke depan masih akan ada lagi perusahaan asing yang mau berinvestasi di Indonesia. Bukankah hal ini patut disebut “buah manis” dari kebijakan larangan ekspor nikel?
Bayangkan, baru setahun berlaku larangan itu, namun investor dan produsen asing sudah antri. Artinya, tidak butuh waktu panjang bagi Indonesia untuk unjuk diri sebagai calon pemain penting industri kendaraan listrik dan baterai listrik di masa depan.
Bayangkan pula seandainya semua investasi terealisasi dan pembangunan pabrik terwujud, bukankah lapangan kerja bagi tenaga terampil Indonesia semakin terbuka lebar?
Itulah yang dimaksud kan dalam konsep pembangunan Trisakti kemandirian dibidang ekonomi , Trisakti gagasan Bung karno sebagai implementasi ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat adalah ,
1.Berdaulat dalam politik,
2.Berdikari di Bidang Ekonomi,
3.Berkepribadian dalam kebudayaan
Don’t Let Jokowi Walk Alone dengan konsep Trisakti Kita Optimis Indonesia maju dan Mandiri .
Salam kedaulatan Rakyat
*) Tito Gatsu
Sumber: radarnusantara.id