NIKEL.CO.ID – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat di Indonesia ada 2.741 lokasi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) alias tambang ilegal.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batum Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Lana Saria.
Dalam acara Dialog Minerba bersama Media dan Generasi Muda, Senin (27/09/2021), dia mengatakan ada 2.741 titik pertambangan tanpa izin ini, terdiri dari 96 lokasi PETI komoditas batu bara dan 2.645 lokasi komoditas mineral.
“Berdasarkan pendataan yang dimiliki Direktorat Jenderal Minerba, ada 2.741 titik PETI di mana terdiri dari 96 lokasi PETI komoditas batu bara dan 2.645 lokasi PETI mineral di berbagai wilayah,” ungkapnya.
Dia memaparkan, kegiatan PETI menimbulkan setidaknya enam dampak. Pertama, menghambat kegiatan usaha bagi pemegang izin resmi. Kedua, membahayakan keselamatan bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
“Ketiga, berpotensi terjadi kerusakan lingkungan hidup yakni menimbulkan potensi bahaya banjir, longsor, dan mengurangi kesuburan tanah,” paparnya.
Keempat, berpotensi merugikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta penerimaan pajak daerah. Terlebih, saat ini harga komoditas pertambangan, baik batu bara maupun nikel dan tembaga tengah mengalami lonjakan signfikan. Batu bara misalnya, pada akhir pekan lalu harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 191,1 per ton, rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Kelima, berpotensi menimbulkan masalah sosial dan gangguan keamanan. Dan terakhir, merusak hutan apabila berada di kawasan hutan.
Lebih lanjut dia memaparkan, ada beberapa faktor umum penyebab dari PETI, di antaranya keterbatasan lapangan kerja, desakan ekonomi, tidak memerlukan syarat pendidikan, didukung oleh pemodal.
Lalu tergiur hasil yang instan, mudah dikerjakan, kepemilikan lahan (milik sendiri), dan karena penegakan hukum yang masih lemah.
Sementara itu, faktor umum yang memotivasi pelaku PETI yakni niat melakukan kejahatan, adanya kesempatan karena penegakan hukum yang lemah, pemenuhan kebutuhan hidup.
“Dan juga keterbatasan lapangan kerja,” lanjutnya.
Sumber: CNBC Indonesia