NIKEL.co.id – Pemerintah kini tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagai paraturan turunan dari Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Di dalam RPP Minerba ini disebutkan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) bisa dipindahtangankan asal ada persetujuan Menteri.
Menaggapi hal ini Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosasi Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining Association/ IMA) Djoko Widajatno Soewanto mengatakan pemindahtanganan IUP selama ini sudah terjadi dan melalui pembelian saham yang disetujui oleh pemerintah tepatnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
“Pemindahtanganan IUP dan IUPK sudah terjadi di masa lalu, tapi lewat pembelian saham yang disetujui oleh Pemerintah cq. Menteri ESDM. Contohnya, perusahaan besar Freeport lewat divestasi jadi kepemilikan Indonesia 51%,” paparnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/09/2020).
Menurutnya pemindahtanganan IUP ini menjadi berbahaya jika terjadi tanpa izin dari pemerintah. Pasalnya, sebagai regulator pemerintah akan mengalami kesukaran dalam melacak kepemilikan dari perusahaan, khususnya terkait pengawasan terhadap kepatuhan pada peraturan dan penerapan sanksinya.
Meski nantinya terjadi pemindahtanganan IUP, menurutnya ini tidak akan mengganggu produksi. Begitu juga terkait aspek lingkungan, menurutnya pemindahtanganan IUP tidak akan banyak merusak lingkungan.
Pemerintah daerah telah menerbitkan hingga ribuan izin usaha pertambangan. Namun menurutnya, dari ribuan izin tersebut, belum banyak yang beroperasi.
“Beberapa izin itu diambil para pemodal asing, sehingga yang kecil-kecil disatukan dalam satu holding. Ini adalah kecenderungan di lapangan,” jelasnya.
Sementara itu terkait perizinan yang kini ditarik ke pusat menurutnya dikarenakan kinerja pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak tercapai. Sehingga semua izin usaha pertambangan ditarik ke pusat.
“Sekarang semua perizinan ditarik ke pusat karena di pemerintah daerah, kinerja pengawasan tidak dapat tercapai, sehingga untuk IUP dan IUPK ditarik ke pusat,” ungkapnya.
Dia menyebut kebanyakan di daerah ada oknum yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam memperjualbelikan izin. Hal ini menurutnya sangat berbahaya.
“Karena jual surat saja sudah untung, risiko sangat rendah. Ini juga alasan mengapa IUP atau Kuasa Pertambangan (KP) ditarik ke pusat,” ujarnya.
Peraturan baru ini, imbuhnya, tentu akan merugikan oknum pengusaha dan ASN di daerah karena birokrasi yang semakin panjang untuk memindahkan IUP.
“Seperti Bupati kirim, perintahkan ASN, padahal yang jualan Bupatinya, kesempatan untuk berbuat melanggar aturan akan digigit oleh Presiden Jokowi. Contoh, di Kutim (Kutai Timur),” bebernya.
Seperti diketahui, RPP Minerba ini mengundang sejumlah protes dan kritikan terutama dari koalisi masyarakat sipil Indonesia. Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia mendesak pemerintah untuk menunda dan membatalkan RPP Minerba tersebut.
Aryanto Nugroho, perwakilan dari PWYP Indonesia, mengatakan pihaknya meminta penundaan dan pembatalan RPP Minerba ini dikarenakan terdapat sejumlah pasal yang dianggap bermasalah di dalam Rancangan PP ini, salah satunya yaitu adanya ketentuan pemindahtanganan IUP berdasarkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang tertuang pada Pasal 12.
Menurutnya, ini berpotensi menimbulkan lebih banyak lagi peluang bagi pemburu rente yang merugikan negara. “IUP di UU Minerba yang lama tidak bisa dipindahtangankan, tapi di RPP ini dengan persetujuan menteri diperbolehkan. Ini pasal memunculkan rente baru. Orang tidak niat akan melakukan penambangan asal portofolio dapat izin dan dipindahtangankan. Ini akan jadi rente baru,” tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/09/2020).
Sumber: CNBC Indonesia