Beranda Berita International Indonesia Jadi Kunci Rantai Pasok Logam Transisi Global, Meski Pasar EV Fluktuatif

Indonesia Jadi Kunci Rantai Pasok Logam Transisi Global, Meski Pasar EV Fluktuatif

682
0

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Permintaan global terhadap logam transisi untuk energi terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat, meski di tengah fluktuasi harga dan ketidakpastian prospek jangka pendek. Indonesia dinilai memiliki peran strategis dalam rantai pasok logam penting dunia untuk mendukung transisi energi global, termasuk untuk kendaraan listrik (EV), energi angin, dan tenaga surya.

Kepala Riset Pasar Bahan Baku Baterai di Transisi Energi Mineral & Logam, Fastmarkets, Paul Lusty, menyampaikan bahwa meski pasar global menunjukkan kompleksitas dan volatilitas, arah jangka panjang permintaan logam transisi tetap tumbuh signifikan.

“Kami melihat dinamika yang semakin kompleks dalam rantai pasok, tetapi secara struktural permintaan logam transisi tetap kuat. Faktor utamanya adalah lonjakan konsumsi dari sektor kendaraan listrik, energi angin, dan tenaga surya. Indonesia, dengan cadangan nikel dan logam lainnya, akan memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan ini,” ujar Lusty dalam presentasinya baru-baru ini di Jakarta.

Menurutnya, logam utama seperti nikel, kobalt, mangan, dan tembaga akan terus mengalami permintaan tinggi, terutama dari pasar negara berkembang yang menjadi pusat pertumbuhan baru. Meski harga logam-logam tersebut sempat terkoreksi dalam jangka pendek, tren permintaan jangka panjang tetap menunjukkan pertumbuhan yang stabil.

Data tahun 2024 mencatat penjualan kendaraan listrik global mencapai 17,1 juta unit atau tumbuh 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini tidak merata di semua kawasan. Di Cina, pertumbuhan EV melambat menjadi 9% pada 2024, dari sebelumnya 47% di 2023. Eropa tumbuh 27%, sementara Amerika Serikat justru mengalami penurunan -3%.

“Pasar EV sedang mengalami penyesuaian di negara-negara maju, tapi potensi di negara berkembang seperti Indonesia sangat besar,” tambahnya.

Dia menuturkan, Indonesia menempati peringkat kedelapan dalam tingkat penetrasi kendaraan listrik, dengan pertumbuhan penjualan mencapai 34% pada 2024. Negara ini unggul karena posisi strategisnya sebagai pemasok utama nikel, bahan kunci dalam baterai lithium-ion berjenis Nickel Cobalt Manganese (NCM) dan LFP.

“Indonesia punya peluang luar biasa untuk memperkuat posisinya sebagai hub logam transisi. Proyeksi menunjukkan adanya defisit pasokan global logam-logam utama, terutama nikel dan tembaga. Di sinilah Indonesia bisa mengisi celah tersebut,” tuturnya.

Selain itu, ia menegaskan, dalam hal teknologi baterai, tren menunjukkan bahwa kimia LFP (Lithium Iron Phosphate) terus tumbuh karena keunggulan biaya dan siklus hidup yang lebih panjang. Namun, baterai NCM tetap memiliki masa depan cerah karena kepadatan energinya yang tinggi dan performa yang baik pada suhu rendah.

“Pada tahun 2035, NCM diperkirakan masih menguasai 30% pasar baterai EV. Inovasi terus berjalan, terutama di segmen NCM811 dan teknologi solid-state dengan kandungan nikel tinggi,” tegasnya dengan menyebut perusahaan seperti CATL, WeLion, dan Qingtao sebagai yang paling maju dalam pengembangan teknologi baterai canggih.

Sementara, permintaan terhadap tembaga juga terus meningkat. Di sektor kendaraan listrik, pertumbuhan permintaan mencapai CAGR 13,2% atau tambahan 2,8 juta ton. Untuk pembangkit energi angin dan matahari, pertumbuhannya masing-masing mencapai 7,2% dan 8,3%.

“Banyak pihak menyoroti litium dan nikel, tapi tembaga adalah tulang punggung infrastruktur energi masa depan,” ujarnya.

Secara keseluruhan, meski pasar logam transisi menghadapi tantangan jangka pendek dari sisi harga dan penjualan EV yang melambat di negara maju, pertumbuhan jangka panjang tetap sangat kuat. Indonesia dengan kekayaan sumber daya alamnya berada dalam posisi strategis untuk menjadi pemain kunci dalam rantai pasok global transisi energi. (Shiddiq)