Beranda Berita Nasional Bahlil: Perang Tarif Dagang AS Hal Biasa, Tidak Usah Panik

Bahlil: Perang Tarif Dagang AS Hal Biasa, Tidak Usah Panik

1614
0
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, ditemui media usai Solat Jumat di kantor Kementerian ESDM, Jakarta,Jumat (11/4/2025)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) adalah situasi yang biasa dalam perdagangan global, masyarakat tidak perlu panik. Ini jangan dikaitkan dengan konflik dagang berskala besar.

Demikian ditegaskan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyikapi kebijakan tarif impor AS terhadap produk Indonesia dengan nada tenang namun strategis. Langkah tersebut merupakan bagian dari dinamika dagang global yang lumrah terjadi dan tidak perlu direspons secara berlebihan.

“Kemarin kan saya sudah sampaikan kepada teman-teman media bahwa ini persoalannya menyangkut ekspor-impor. Kita tahu dari data BPS, neraca perdagangan kita surplus US$14,6 miliar. Nah, keinginan pemerintah Amerika itu bagaimana membuat balans,” ujar Bahlil kepada wartawan usai Salat Jumat, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (11/4/2024).

AS mempertimbangkan mengenakan tarif hingga 32% terhadap sejumlah produk Indonesia. Untuk merespons hal itu, ia menekankan pentingnya langkah-langkah komprehensif untuk menjaga keseimbangan neraca dagang kedua negara.

“Salah satu strateginya, kita akan memperkuat pembelian beberapa komoditas Amerika. Kalau saya dengar di sektor sumber daya mineral, kita akan memperbanyak pembelian di sektor LPG,” jelasnya.

Pihaknya sedang mengevaluasi kemungkinan pembelian LPG dari AS sebagai salah satu solusi menjaga keseimbangan dagang.

“Saya lagi meng-exercise dengan tim agar kita bisa melakukan pembelian di sana, supaya bisa membuat neraca perdagangan kita balans,” tuturnya.

Ia membantah spekulasi publik yang mengaitkan kebijakan tarif ini dengan konflik dagang berskala besar.

“Jangan juga dibuat sesuatu yang seperti wah-wah banget. Biasa ini. Ini politik dagang biasa. Kalau di Hipmi (Himpun Pengusaha Muda Indonesia, red), ini biasa,” katanya.

Terkait situasi global, dia juga menyinggung langkah-langkah negara lain, seperti Tiongkok yang turut mengambil kebijakan balasan terhadap AS, menurut dia, setiap negara kini lebih fokus pada kepentingan domestik.

“Dengan kondisi ekonomi kali ini, masing-masing negara pasti akan mengedepankan kepentingan domestiknya. Karena itu, strategi negara A, negara B, negara C itu pasti berbeda. Jadi, kita hargai saja, tapi tidak usah merasa ini sesuatu yang besar. Santai aja,” ujarnya.

Meski begitu, ia menekankan pentingnya sikap waspada dan cermat. Ia menyampaikan bahwa kontribusi ekspor-impor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sebesar sektor lain.

“Kontribusi pertumbuhan ekonomi kita itu, 53% dari konsumsi, 30% dari investasi, dan spending pemerintah sekitar 5-6%. Sementara ekspor-impor kita ini hanya 3-5%. Total ekspor kita ke Amerika itu 10%. Jadi, jangan dianggap ini barang yang besar,” jelasnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa respons pemerintah harus tetap bijak agar kepercayaan publik, baik dari dalam negeri maupun internasional, tetap terjaga.

“Kita harus hati-hati. Kita harus menanggapi dengan baik supaya kepercayaan publik dunia dan domestik itu semakin baik,” pungkasnya. (Shiddiq)