NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Dalam forum Stretegic Discussion yang diselenggarakan oleh Indonesia Mining Institut (IMI) bersama DeHeng ARKO dengan mengangkat tema Perubahan UU Minerba : “Urgensi atau Ambisi?” terkait dengan kebijakan pemerintah tentang Revisi Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang memberikan konsesi tambang kepada Perguruan Tinggi (Kampus), Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM).
Acara ini merupakan kajian think teng yang perlu dihidupkan untuk pemikiran-pemikiran antara pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Minerba agar terjadi dialektika.
Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widajatno menyatakan bahwa dialektika ini dapat diterima sebagai kebersamaan di dalam perbedaan dan di diacara ini digali berbagai macam pemikiran.
“Apakah ini sesuatu yang urgent harus dirubah? Apakah hanya ambisi untuk sesuatu yang tidak pasti? Karena perusahaan tambang ini kan pertama harus punya modal yang kuat. Kenapa harus modal kuat? Dari mulai mengurus surat sampai ke produksi itu 8 tahun,” ungkap Djoko ketika di wawancara oleh Nikel.co.id, usai acara tersebut di Thw Westin Jakarta, Rabu (4/2/2025).
Dia melanjutkan, terkecuali kalau tiga sektor tersebut diberikan prioritas dan diberikan modal finansial untuk memulai kegiatan pembangunan pertambangan yang cukup memakan waktu lama dari mulai proses pembangunan hingga produksi sehingga mereka tidak perlu lagi mencari modal.
Mengenai waktu, apakah tiga sektor itu mampu membangun proses pertambangan hingga produksi karena umumnya perusahaan tambang di Indonesia lebih banyak membeli barang jadi. Hal ini seperti PT Arutmin Indonesia dan Adaro Energy Indonesia Tbk tidak melakukan proses dasar pembangunan tambang tetapi membeli barnga jadi dari Australia. Sehingga kalau dilihat, pemerintah sebenarnya ingin menerapkan itu, tapi pemerintah tidak punya uang.
“Akhirnya apa? Kita jangan-jangan dikasih sesuatu tapi risikonya besar. Karena kita dikasih daerah bekas PKP2B. Dan, PKP2B itu sejarahnya, dulu ada keputusan Menteri nomor 10 tahun 2000 mengenai rencana kerja seluruh wilayah. Berarti yang dikembalikan, ya tidak bisa dikerjakan atau mahal sekali. Sehingga perlu berpikir apakah pemberian ini bermanfaat bagi ormas atau perguruan tinggi. Jangan sampai kita terjebak dikasih pil tapi pahit,” tuturnya.
Ia menegaskan, kalau melihat dari fungsi tugas Kampus maupun ormas keagamaan itu, utamanya adalah mendidik masyarakat. Jadi, jangan sampai melupakan fungsi tersebut.
“Supaya kita memiliki sumber daya manusia yang baik. Kalau tidak begitu kita tidak maju-maju,” tegasnya.
Djoko mengkhawatirkan kebijakan konsesi Kampus, Ormas Keagamaan maupun UMKM ini akan berdampak negatif bukannya positif karena berbagai persoalan yang rumit didalamnya.
“Maka yang kedepan akan datang adalah tahun cemas bukan tahun emas kalau begini caranya. Jadi, kita agak ragu kalau itu emas atau cemas,” pungkasnya. (Shiddiq)