NIKEL.CO.ID, MOROWALI– Letupan hingga menimbulkan kepulan asap tebal terjadi di tungku pabrik nikel milik PT Zhongtsing New Energy (ZTEN), Rabu (30/10/2024), pukul 06.35 Wita. Perusahaan ini adalah salah satu penyewa (tenant) di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Media Relation Head PT IMIP, Dedy Kurniawan, membenarkan peristiwa nahas tersebut dan tidak ada korban jiwa.
“Terjadi insiden terkait operasional tungku di PT ZTEN di IMIP,” kata Deddy, melalui pesan tertulis, yang diterima nikel.co.id, Kamis (31/10/2024).
Ia menjelaskan, insiden itu terkait dengan operasional tungku PT ZTEN saat proses tapping. Dari penyelidikan awal yang dilakukan oleh Tim Safety PT IMIP bersama Tim Safety PT ZTEN, diduga saat cairan slag dialirkan menuju ke kolam penampungan slag, ada sebagian kecil cairan metal keluar jalur dan terkena percikan air.
“Kami tegaskan, kalau yang terjadi bukan pabrik atau tungku yang meledak, melainkan pada saat proses tapping ada sebagian kecil cairan keluar dari jalur, dan terkena percikan air. Akibatnya, terjadi beberapa kali letupan dan kepulan asap tebal,” katanya.
Dia menggambarkan, situasi sudah terkendali dalam selang waktu 5 menit. Namun, proses investigasi masih terus dilakukan demi memastikan penyebab teknis kejadian tersebut.
“Operasional perusahaan tetap berjalan karena peristiwa pagi tadi tidak mempengaruhi operasional pabrik secara keseluruhan,” ujarnya menjelaskan.
Sebelumnya, Guru Besar Institute Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. Eddy Agus Basuki, M.sc. menyampaikan pandangannya atas kecelakaan pada smelter nikel yang belakangan sering terjadi. Sejauh yang diamati, salah satu faktor yang mempengaruhi bukan hanya dari sisi keterbatasan kemampuan tenaga kerja, tapi juga komunikasi atau pembekalan itu yang harusnya cukup.
“Terutama aspek K3 tadi. Nah itu yang harus jadi pembekalan dan komitmen dari perusahaan untuk melaksanakannya. Itu yang harus, bagaimanapun juga harus,” tegasnya, saat dijumpai nikel.co.id.
Ia menyampaikan, aspek K3 merupakan hal yang sangat rawan. Sektor industri pirometelurgi tersebut memerlukan temperatur energi yang tinggi, hampir seperti magma karena itu merupakan lelehan dari batu.
“Lelehan batu kan 1.600 derajat Celcius. Itu bahaya itu, kena air sedikit saja meledak. Yang sedikit ketetesan air ini, karena H2 kan, kemudian menjadi hidrogen. Kena panas itu kan. Hidrogen itu yang kemudian nanti menjadi sumber energi. Bisa meledak itu,” terangnya lagi.
Untuk itu, dirinya meminta agar hal demikian harus betul-betul dicermati. Ini merupakan industri yang sangat riskan karena energinya tinggi, suhunya tinggi, dan temperaturnya tinggi. Kalau ada alatnya masih basah saja, dituangkan logam atau slag itu bisa meledak, sehingga semua peralatan harus betul-betul kering dan temperaturnya sedekat mungkin dengan temperatur dari logam atau slag yang akan dituangkan.
“Semuanya itu harus cermat. Sampai ke teknisi yang serendah-rendahnya harus paham itu. Bagaimana memberi pemahaman, itu tugasnya industri dan pengawasan dari yang memang bertugas di atas pemerintah dan mengawasi setiap kurun waktu tertentu,” ujar Prof. Eddy seraya menambahkan pengawasan juga harus disiplin. Jika tidak, ini sangatlah berbahaya. (Lili Handayani)