NIKEL.CO.ID, JAKARTA – PT United Tractors Tbk. (UT), membukukan laba bersih Rp15,6 triliun, naik 2% dari Rp15,3 triliun pada periode yang sama tahun 2023. Hal itu tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi hingga triwulan ketiga tahun 2024.
Perusahaan terkemuka di sektor alat berat, jasa kontraktor penambangan, dan pertambangan mineral ini meraih pendapatan bersih Rp99,6 triliun, meningkat 2% dari Rp97,6 triliun pada tahun sebelumnya. Segmen nikel memberikan kontribusi signifikan, yang terus berkembang seiring meningkatnya permintaan global untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.
Corporate Secretary UT, Sara K. Loebis, mengungkapkan, akuisisi segmen nikel ini merupakan langkah strategis UT untuk memperkuat posisi di industri yang berkembang pesat.
“Dengan meningkatnya permintaan nikel, terutama untuk kendaraan listrik, kami berkomitmen untuk berkontribusi dalam pengembangan industri nikel yang berkelanjutan,” kata Sara melalui keterangan pers yang diterima nikel.co.id, Kamis (31/10/2024).
“Kami melihat potensi yang sangat besar di segmen ini dan percaya bahwa kami dapat memaksimalkan potensi nikel Indonesia untuk memenuhi permintaan global,” sambungnya.
Nikel Tumbuh Signifikan
Segmen nikel yang kini menjadi bagian strategis dari diversifikasi usaha UT menunjukkan pertumbuhan positif, menyusul akuisisi PT Stargate Pasific Resources (SPR) dan Nickel Industries Limited (NIC) pada akhir 2023. Akuisisi ini merupakan langkah penting perusahaan untuk meraih peluang di pasar logam nikel, yang permintaannya terus melonjak di sektor kendaraan listrik.
SPR mengoperasikan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Hingga triwulan ketiga 2024, SPR mencatatkan penjualan bijih nikel sebesar 1.369.000 wmt, yang terdiri dari 599.000 wmt saprolit dan 770.000 wmt limonit. Kontribusi SPR sangat mendukung total pendapatan UT dan memperkuat posisinya di industri logam dasar.
Selain itu, NIC, perusahaan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi, juga memberikan kontribusi berarti. Dalam operasional rotary kiln-electric furnace (RKEF) NIC, penjualan logam nikel mencapai 65.032 ton pada semester pertama 2024, setelah mencatatkan penjualan 34.427 ton di kuartal keempat 2023. Kehadiran NIC memperkokoh UT sebagai pemain terdepan dalam industri nikel di Indonesia dan memperkuat prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan.
Mesin Konstruksi Turun
Tidak seperti segmen nikel, segmen usaha mesin konstruksi justru mengalami tekanan akibat melemahnya permintaan di sektor pertambangan, konstruksi, dan kehutanan. Penjualan alat berat Komatsu turun 24% menjadi 3.321 unit, dari 4.365 unit pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan permintaan di sektor-sektor utama tersebut berpengaruh langsung terhadap volume penjualan alat berat UT. Kendati demikian, Komatsu tetap mempertahankan pangsa pasar alat berat sebesar 27%, menunjukkan dominasi di pasar Indonesia.
Seiring penurunan aktivitas proyek-proyek yang menggunakan alat berat, pendapatan dari penjualan suku cadang dan jasa pemeliharaan alat berat juga menurun 6% menjadi Rp8,4 triliun. Selain itu, penjualan kendaraan berat lainnya, seperti truk Scania turun drastis, dari 605 unit menjadi 298 unit, sementara UD Trucks turun dari 249 unit menjadi 156 unit, sejalan dengan melemahnya permintaan di sektor pertambangan.
Secara keseluruhan, pendapatan bersih dari segmen mesin konstruksi menurun 8% menjadi Rp26,5 triliun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan tersebut menggambarkan dampak kondisi pasar yang menantang bagi bisnis alat berat dan kendaraan konstruksi.
Kontraktor Penambangan Tumbuh
Segmen kontraktor penambangan yang dioperasikan PT Pamapersada Nusantara (Pama) dan anak usahanya, PT Kalimantan Prima Persada (KPP), mengalami peningkatan kinerja yang signifikan. Hingga September 2024, Pama Grup mencatat pendapatan bersih Rp43,6 triliun, naik 11% dari Rp39,1 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Hal tersebut didorong oleh peningkatan volume pekerjaan pemindahan tanah (overburden removal) sebesar 9% menjadi 921 juta bcm, serta kenaikan volume produksi batu bara untuk klien sebesar 17% menjadi 111 juta ton. Tingginya volume produksi ini didukung oleh stripping ratio rata-rata sebesar 8,3x, yang mencerminkan efisiensi operasi tambang Pama Grup.
Tantangan Segmen Batu Bara
Segmen pertambangan batu bara yang dikelola PT Tuah Turangga Agung (TTA) menghadapi tekanan dari penurunan harga batu bara global. Pendapatan dari segmen ini turun 14% menjadi Rp20,6 triliun dari Rp24,0 triliun di periode yang sama tahun lalu. Meskipun demikian, TTA berhasil meningkatkan volume penjualan batu bara sebesar 19% menjadi 10,2 juta ton, yang mencakup 2,4 juta ton batu bara metalurgi. Meski volume penjualan naik, harga jual rata-rata batu bara yang rendah berdampak pada pendapatan keseluruhan segmen ini.
Pertambangan Emas Tumbuh
Segmen pertambangan emas dan mineral lainnya mencatatkan peningkatan signifikan dengan pendapatan sebesar Rp6,7 triliun, naik 57% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini terutama didorong oleh meningkatnya harga jual rata-rata emas menjadi US$2.330 per ons, dari US$1.933 per ons pada tahun sebelumnya.
Operasi pertambangan emas ini didukung PT Agincourt Resources (AR) yang mengoperasikan tambang emas Martabe di Sumatra Utara. Hingga September 2024, AR mencatat penjualan setara emas sebesar 165 ribu ons, naik 12% dari tahun sebelumnya. Selain itu, PT Sumbawa Jutaraya, yang mengelola tambang emas di Pulau Sumbawa, NTB, mulai berproduksi pada kuartal kedua 2024 dan diharapkan mencatat penjualan pertama di kuartal keempat 2024, menambah potensi pendapatan segmen ini.
Penambahan Kapasitas
Segmen industri konstruksi yang dijalankan PT Acset Indonusa Tbk. (Acset) membukukan pendapatan bersih Rp2,1 triliun, naik dari Rp1,5 triliun pada periode yang sama tahun 2023. Namun, Acset masih mencatatkan rugi bersih sebesar Rp286 miliar, lebih tinggi dari rugi bersih sebesar Rp151 miliar pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tantangan yang dihadapi di sektor konstruksi, termasuk beban operasional yang tinggi dan proyek yang belum mencapai keuntungan.
Segmen Eenergi, yang dikelola PT Energia Prima Nusantara (EPN), juga terus berkembang. Hingga September 2024, EPN telah berhasil memasang kapasitas rooftop solar PV sebesar 2,4 megawatt peak (MWp), sehingga total kapasitas rooftop solar PV mencapai 17,5 MWp sejak 2018. Selain itu, EPN mengoperasikan dua pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas 0,5 MW di Jawa Tengah dan 7 MW di Lampung yang mulai beroperasi komersial pada Januari 2024.
Di sisi lain, PT Arkora Hydro Tbk. (Arkora), yang dimiliki 31,49% oleh UT, mengoperasikan dua PLTA berkapasitas total 17,4 MW dan sedang mengembangkan dua PLTA lain dengan kapasitas total 15,4 MW, yang dijadwalkan beroperasi pada 2024 dan 2025. Proyek panas bumi PT Supreme Energy Rantau Dedap (SERD) di Sumatra Selatan dengan kapasitas 91,2 MW juga memberikan kontribusi pada diversifikasi energi terbarukan perusahaan.
Dengan meningkatnya kontribusi dari segmen nikel, UT menunjukkan optimisme menghadapi tren pertumbuhan permintaan bahan baku kendaraan listrik global. Ke depannya, perusahaan akan melanjutkan ekspansi di segmen nikel, mengoptimalkan kinerja segmen emas dan kontraktor tambang, serta memperluas portofolio energi terbarukan. UT berkomitmen untuk memperkuat bisnisnya melalui diversifikasi yang berkelanjutan demi mencapai kinerja yang lebih stabil dan pertumbuhan yang berkelanjutan. (Shiddiq)