Beranda Asosiasi Pertambangan Wamendag: Kerja Sama Impor Litium Indonesia – Australia Masih Berjalan Baik

Wamendag: Kerja Sama Impor Litium Indonesia – Australia Masih Berjalan Baik

1997
0
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga. (Foto: Lili Handayani/nikel.co.id)
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga. (Foto: Lili Handayani/nikel.co.id)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Mimpi Indonesia menjadi “raja baterai” kendaraan listrik (electric vehicle/EV) masih berlangsung. Hal tersebut tak lepas dari berlimpahnya nikel yang menjadi bahan baku baterai EV tersebut di Indonesia. Sayangnya, kita menghadapi kendala tidak adanya salah satu bahan baku baterai EV yang juga penting, yakni litium. 

Untuk itu, Pemerintah Indonesia mendorong Australia turut terlibat dalam proyek hilirisasi produksi baterai EV dalam negeri, mengingat negara tetangga kita itu adalah penghasil litium terbesar di dunia. 

Faktor kedekatan geografis juga menjadi pertimbangan dalam hal pengadaan litium tersebut. Dengan kedekatan geografis itu diharapkan Indonesia bisa memangkas biaya transportasi dalam mengimpor litium.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga, Senin (14/10/2024), menyampaikan perkembangan kerja sama impor litium dari Negari Kanguru ke Indonesia masih berjalan baik. 

Kepada nikel.co.id saat dijumpai usai seminar The Best Of Indonesia and Australia: Navigating Australia’s Biosecuruty Import Regulation, Jerry menjelaskan, hal tersebut dapat berjalan selama masing-masing negara yang bersangkutan saling membutuhkan.

“Saya pikir ya, dilakukan untuk kerja sama yang lebih spesifik,” ujarnya.

Ia menambahkan, impor litium dari Australia masuk kategori pengolahan dan sifatnya teknis, supaya dapat diolah menjadi baterai yang bisa bermanfaat untuk kendaraan. 

“Jadi, tidak ada masalah. Yang penting kita itu punya hak dan punya kebebasan untuk mengatur mengolah, mempergunakan, mengirim ke siapa dan menjadikan barang itu seperti apa. Konsepnya di situ,” katanya.

Indonesia, dengan tegas dikatakannya, adalah negara berdaulat dan memiliki resources yang luar biasa. Jadi, jangan sampai ada tekanan tekanan dari luar untuk kita tidak boleh kirim, tidak boleh mengolah.

Sementara itu, Dewan Penasihat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widajatno, mengatakan, rencana RI untuk menjadi produsen baterai EV dunia rupanya masih tidak bisa lepas dari peran negara lain, salah satunya yakni China. Ketergantungan Indonesia kepada negara lain, termasuk China, karena ada bahan baku baterai EV yang tidak dimiliki Indonesia, sehingga harus diimpor.

Komponen bahan baku baterai EV memang sebagian besar atau 80% adalah bersumber dari bijih nikel, sehingga memang tak perlu mengimpor. Indonesia sendiri saat ini merupakan produsen bijih nikel terbesar di dunia.

“Namun, masih ada sekitar 20% bahan baku baterai lainnya masih bergantung kepada negara lain, seperti litium yang kebutuhannya mencapai 70 ribu ton per tahun yang selama ini diimpor dari China, Chili, dan Australia,” tukasnya. (Lili Handayani)