NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Dalam program pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka 2024-2029 berjanji akan melanjutkan hilirisasi nikel berkelanjutan untuk menopang pertumbuhan ekonomi 8%.
Hal itu karena keberhasilan hilirisasi nikel tahap awal 2020-2024 ditambah Indonesia adalah negara pemilik cadangan nikel terbesar dan produsen nikel terbesar di dunia.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Tim TKN Prabowo-Gibran yang juga Wakil Ketua Komisi Energi DPR, Eddy Soeparno, menjelaskan, dari total 130 juta ton cadangan nikel dunia, sebanyak 55 juta ton atau setara 42 persennya tersimpan di Indonesia. Secara perhitungan ekonomi, ekspor nikel pada 2023, Indonesia mendapat Rp 106,59 triliun.
“Hilirisasi nikel secara berkelanjutan jadi salah satu fokus utama mencapai pertumbuhan ekonomi 8%,” jelas Eddy Soeparno dalam keterangan pers yang diterima nikel.co.id, Senin (30/9/2024).
“Tantangannya, bagaimana memastikan pemerintah Indonesia ke depannya melaksanakan hilirisasi nikel secara berkelanjutan,” sambung dia.
Ia pun menuturkan, seiring dengan larangan ekspor nikel mentah sejak 1 Januari 2020, industri pengolahan hasil tambang atau smelter nikel bermunculan di Indonesia. Tim Prabowo-Gibran juga mengklaim bahwa peningkatan kapasitas smelter berdampak signifikan bagi peningkatan produksi dan pasokan nikel Indonesia di pasar global.
Pada 2023, Eddy melanjutkan, pasokan nikel Indonesia membanjiri 55 persen pasokan global dan diperkirakan naik menjadi 64 persen sepanjang 2024. Berdasarkan riset Katadata Insight Center, dalam 5-10 tahun ke depan, pasokan nikel dari Indonesia diperkirakan akan terus meningkat dan mendominasi.
Menurutnya, hilirisasi mineral, terutama nikel, bukan hanya strategis untuk meningkatkan nilai tambah, melainkan juga menjadi motor penggerak transisi energi melalui ekosistem kendaraan listrik.
“Indonesia berpotensi besar untuk memimpin pasar global hilirisasi nikel, termasuk baterai untuk kendaraan listrik. Ini sejalan dengan kebutuhan dunia terhadap kendaraan listrik,” ucap Eddy.
Namun, dia mengungkap, Indonesia menghadapi tantangan dalam memastikan proses hilirisasi nikel dan transisi energi agar tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, Governance). Terutama dalam hal penggunaan energi yang ramah lingkungan, seperti pengurangan ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga batu bara.
Presiden RI, Joko Widodo juga menyebutkan, hilirisasi barang tambang dan pembangkit pabrik pengolahan smelter merupakan pelaksanaan dari gagasan kebijakan hilirisasi yang merupakan pondasi ekonomi baru Indonesia yang tidak lagi bertumpu pada konsumsi domestik. Karena pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama ini hanya bertumpu pada konsumsi domestik.
“Tetapi kita ingin beralih pertumbuhan GDP bertumpu pada produksi dan produktivitas dari perusahaan-perusahaan, baik BUMN maupun swasta,” kata Jokowi dalam Peresmian Produksi Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur, Selasa (23/9/2024).
Menurutnya, pembangunan smelter PTFI ini merupakan investasi senilai Rp56 triliun yang dapat mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga yang dibawa dari Papua ke Gresik dan dapat menghasilkan 900.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas hingga 210 ton perak dan ini bukan jumlah yang kecil.
Kalau melihat jumlah tersebut, ia yakin bahwa industri smelter PTFI akan melibatkan banyak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan usaha kecil lainnya, seperti katering, perusahaan subkontraktor dan semua usaha yang terkait di wilayah Gresik.
“Kita harapkan, ini akan melahirkan perusahaan-perusahaan turunan maupun industri-industri turunan dari tembaga yang ada di sekitar smelter PTFI, dan sudah ada yang mulai memproduksi cooper foil . Saya kira nanti akan diikuti pabrik kabel dan lainnya yang masuk ke negara kita,” pungkasnya. (Shiddiq)