Beranda Nikel Dewan Pakar METI: Carbon Offset, Solusi Kurangi Carbon Footprint pada Industri Hilirisasi...

Dewan Pakar METI: Carbon Offset, Solusi Kurangi Carbon Footprint pada Industri Hilirisasi Nikel 

581
0
Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Jaya Wahono. (Foto: Lili Handayani/nikel.co.id)
Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Jaya Wahono. (Foto: Lili Handayani/nikel.co.id)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA–  Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Jaya Wahono, menerangkan, jejak karbon (carbon footprint) pada hilirisasi nikel saat ini masih sangat tinggi. Bukan pada usaha pertambangannya, tetapi pada industri smelter nikel.

Jaya menerangkan, smelter nikel di Indonesia masih banyak menggunakan batu bara, yang nantinya akan menimbulkan masalah ketika pasar luar negri menetapkan pajak karbon lintas batas negara. Hal tersebut dapat ditanggulangi dengan tebus karbon (carbon offset) di dalam negeri Indonesia.

“Skema carbon offset melalui carbon dioxide removal credit (CORC) itu sudah diterima oleh banyak perusahaan luar negeri, antara lain juga penerbangan sipil yang masuk dalam skema Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA),” ungkapnya usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional METI Green Talk, di Jakarta, Senin (30/9/2024).

Kiri-kanan dan background : Ketua Harian 1 tim kerja Indonesia Folu Net Sink 2030 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruangdha Agung. Moderator acara, Shania. Vice President Strategi Pengembangan Bisnis Biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia, Anita Puspa Sari. Ketua III METI, Widi Pacono. Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Jaya Wahono dan Kepala Regional Asia Pasifik, Puro.earth, Alvin Lee. (Foto: Lili Handayani/nikel.co.id)
Kiri-kanan dan background : Ketua Harian 1 tim kerja Indonesia Folu Net Sink 2030 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruangdha Agung. Moderator acara, Shania. Vice President Strategi Pengembangan Bisnis Biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia, Anita Puspa Sari. Ketua III METI, Widi Pacono. Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Jaya Wahono dan Kepala Regional Asia Pasifik, Puro.earth, Alvin Lee. (Foto: Lili Handayani/nikel.co.id)

Ia menjelaskan, CORSIA merupakan skema penurunan emisi yang diberlakukan di sektor penerbangan sipil. Kalau ini sudah diimplementasikan oleh penerbangan sipil, tentu akan dapat diimplementasikan juga di sektor hilirisasi tambang atau smelter. 

“Dengan demikian, kita gak kena pajak karbon di negara destinasi ekspor, tapi kita menciptakan nilai ekonomi karbonnya buat pelaku Indonesia. Itu saya kira yang ingin saya sampaikan kepada pelaku pertambangan nikel,” terangnya.

Indonesia, katanya menambahkan, perlu melihat peluang hilirisasi nikel di Indonesia bukan hanya mendorong industri baterai dan mobil listrik domestik, tetapi juga peluang untuk melakukan carbon offset di Indonesia. Dengan demikian, ketika mengakses pasar ekspor di beberapa negara maju tidak perlu khawatir akan dikenakan pajak karbon lintas batas. 

Carbon border adjusment mechanism. (dok. METI)
Carbon border adjusment mechanism. (dok. METI)

Menurut alumnus George Washington University itu, dengan potensi penyerapan karbon yang sangat besar maka dengan menanam saja sudah mendapat kredit  karbon sebagaimana yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kemudian hasil tanaman, diubah menjadi energi dan biokarbon dikembalikan ke lahan penanaman, maka kita mendapat tambahan pembayaran kredit karbon.

“Dengan posisinya sebagai negara tropis, curah hujan tinggi, dan lahannya subur, kita harus dapat memanfaatkan semaksimal mungkin untuk menciptakan nilai ekonomi karbon untuk melakukan offset terhadap hilirisasi nikel di dalam negeri. Supaya produk-produk akhir nikel kita tidak dikenakan pajak karbon oleh negara lain. Saya kira itu message pentingnya,” tuturnya.

Selain itu, dengan sumber nikel yang sangat besar di Indonesia dan pemerintah menetapkan proses nikel harus dilakukan di dalam negeri, tentu akan menciptakan peluang di industri baterai dan mobil listrik di Indonesia. Hal tersebut tentu kita harapkan akan memberikan manfaat yang besar. (Lili Handayani)