Beranda Berita Nasional Prof. Irwandy: Dua Cara Efektif Hadapi Penambangan Tanpa Izin

Prof. Irwandy: Dua Cara Efektif Hadapi Penambangan Tanpa Izin

1816
0
Ketua IMI Prof. Irwandy Arif

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Ketua Indonesia Mining Institute, Prof. Irwandy Arif, menyatakan bahwa penambangan tanpa izin (Peti) dapat diatasi secara efektif dengan menggabungkan dua pendekatan, yaitu pendekatan akar masalah dan pemberantasan.

“Jika pendekatan akar masalah digabungkan dengan pemberantasan, langkah ini akan menjadi lebih efektif. Namun, jika hanya menggunakan pemberantasan semata, efektivitasnya akan kurang optimal,” ungkap Prof. Irwandy, seperti dikutip dari CNBC, Senin (2/9/2024).

Menurutnya, akar masalah peti melibatkan tiga faktor utama: pertama, kesejahteraan masyarakat di daerah lokasi tambang yang masih rendah; kedua, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lokal di sekitar tambang; dan ketiga, tingginya tingkat pengangguran yang mendorong masyarakat mencari berbagai cara untuk bertahan hidup.

“Masalah pokok ini harus diselesaikan dengan cara mensejahterakan masyarakat, meningkatkan pendidikan mereka, dan menciptakan peluang kerja. Pemberantasan saja tidak cukup,” tambahnya.

Prof. Irwandy juga menjelaskan definisi peti, termasuk tambang tanpa izin, izin tambang yang telah berakhir tetapi penambang masih aktif, penambangan di luar titik koordinat, dan kegiatan penambangan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti melakukan penambangan meski hanya memiliki izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi.

Ia menyebutkan bahwa berbagai upaya pemberantasan peti telah dilakukan oleh pejabat tinggi negara dan kementerian, mulai dari penugasan wakil presiden oleh Presiden hingga pembentukan tim Satuan Tugas oleh berbagai kementerian dan lembaga. Namun, hingga kini, masalah peti belum sepenuhnya teratasi.

“Sudah hampir semua kementerian terkait, seperti Kemenkopolhukam, Kementerian ESDM, hingga Kemenko Marves dan Sekretaris Negara, memiliki satgas masing-masing. Namun, hingga saat ini, pemberantasan peti masih berlanjut,” ujar Prof. Irwandy.

Ia menambahkan bahwa dalam pertemuan terakhir, koordinasi antar kementerian dan lembaga yang dipimpin oleh Kemenko Marves menghasilkan tiga pilar penanganan peti. Pertama, digitalisasi, seperti Simbara. Kedua, formulasi yang memformalitasikan pertambangan rakyat jika berasal dari masyarakat lokal, dan ketiga, penegakan hukum jika sangat diperlukan.

“Harapannya, dengan keterlibatan semua pihak, penanganan peti dapat berhasil setelah berlangsung sekitar setahun,” paparnya.

Prof. Irwandy mencatat bahwa berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2023, terdapat 2.741 lokasi peti, termasuk tambang batu bara, nikel, dan timah. Data tersebut mencakup informasi tentang provinsi, luas area, dan potensi biaya pemulihan lingkungan. Biaya pemulihan dari kegiatan peti pada tahun 2023 diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun.

Meskipun demikian, Prof. Irwandy tetap optimis dalam menghadapi masalah peti. Ia mengakui bahwa masalah ini belum sepenuhnya teratasi dan masih banyak hal yang perlu diperbaiki.

“Sebenarnya, program digital Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara Kementerian dan Lembaga (Simbara) telah mencakup data batu bara, nikel, dan timah. Namun, masih banyak masalah, seperti 96 titik peti di tambang batu bara. Pendekatannya harus pada akar masalah, bukan hanya pemberantasan,” pungkasnya. (Shiddiq)