Beranda Nikel Harga Nikel Dunia Anjlok, Sekum APNI Berikan Beberapa Rekomendasi

Harga Nikel Dunia Anjlok, Sekum APNI Berikan Beberapa Rekomendasi

3664
0
Meidy Katrin Lengkey
Meidy Katrin Lengkey. Dok: IDX Channel.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA–Harga nikel dunia terus turun sejak April 2023. Harga nikel turun disebabkan oversupply atau kelebihan penawaran dari negara-negara penghasil nikel. Terkait hal tersebut, Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia
(APNI), Meidy Katrin Lengkey, memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam wawancara bersama IDX CHANNEL pada 24 Januari 2024.

“Kita cukup bangga kalau tahun-tahun kemarin 2022–2023 kita masih pada posisi durian runtuh. Bisa dibilang nikel sangat amat seksi. Nah, saat keseksian itu sedang berkurang karena dampak dari tidak balance-nya nikel dunia, salah satunya oversupply nikel Indonesia yang kalau saya sampaikan seluruh nikel olahan dari Indonesia masih dikirim ke negara Cina,” ujarnya.

Lebih lanjut, Meidy berkomentar mayoritas produksi olahan nikel Indonesia yaitu nickel pig iron (NPI) kebutuhannya untuk stainless steel yang ada di Cina. Selain untuk stainless steel, kita sedang mengarah pada green energy, salah satunya adalah electric vehicle (EV). 

“Nah, pertanyaannya electric vehicle yang ada sampai saat ini seperti brand terkenal yaitu  Tesla sejak awal sampai saat ini masih menggunakan baterai lithium ferro phosphate (LFP). Kenapa kok tidak menuju ke nikel atau ke nickel manganese cobalt (NMC) karena kan tentu faktor-faktor pendukung untuk beralih ke NMC itu banyak salah satunya mengenai harga,” lanjutnya.

Meidy mengungkapkan bahwa faktor berkurangnya demand dari pabrik stainless steel di Cina dan baterai EV yang masih menggunakan LFP merupakan salah dua dari faktor berkurangnya demand nikel dunia. Penyebab ketiga adalah hilirisasi nikel di Indonesia yang masih mengekspor produk setengah jadi.

“Jadi enggak seksi lagi karena kekurangan demand dunia untuk nikel. Jadi selama ini mayoritasnya stainless steel aja belum ya lantas bagaimana dengan kondisi tadi. Akhirnya terkait dengan masa depan nikel Indonesia ya dari hilirisasi industri nikel Indonesia,” ungkap Meidy.

Meidy pun menyarankan agar pemerintah berkoalisi dengan negara-negara lain pengekspor nikel, seperti Australia, Filipina, New Caledonia, Eropa, dan Kanada. Dia melanjutkan bahwa dulu Indonesia bergabung dalam International Nickel Study Group (INSG) yang berbasis di Portugal atau di Lisbon dan sudah berdiri hampir 100 tahun. Namun, kini 40 tahun terakhir Indonesia menghilang dari keanggotaan tersebut.

Dia juga mengungkapkan bahwa Indonesia juga sudah memiliki Indonesia Nickel Price Index (INPI) yang disahkan APNI bersama Shanghai Metals Market (SMM) pada penghujung 2023 di Bali. Namun, tidak seperti Harga Patokan Mineral (HPM), perdagangan nikel belum sepenuhnya memakai INPI.

Dia juga mengatakan bahwa sebagai produsen nikel, Indonesia tidak dapat berdiri sendiri. Indonesia perlu menggandeng negara lain seperti negara penghasil mangan dan kobalt agar dapat memproduksi baterai EV. Dia melanjutkan bahwa hilirisasi nikel perlu diperhatikan pemerintah karena nikel menyumbang angka yang cukup fantastis untuk realisasi investasi.

“Bagaimanapun juga industri pertambangan khususnya sektor nikel itu menyumbang angka yang cukup fantastis untuk realisasi investasi. Sekali lagi, realisasi investasi di Indonesia itu sangat amat terdongkrak dari program nikel downstream. Bagaimana program pemerintah ke depan? Dan bagaimana NMC bukan hanya LFP menjadi salah satu bagian prioritas dalam pabrik-pabrik baterai manufactures. Nah itu adalah tugas pemerintah,” pungkasnya. (Aninda)