Beranda Agustus 2023 Kejar NZE Selain BEV, Kementerian ESDM Dorong Kembangkan Hidrogen Hijau

Kejar NZE Selain BEV, Kementerian ESDM Dorong Kembangkan Hidrogen Hijau

693
0
MoU antara PT PLN, PT Pupuk Iskandar Muda dengan Augustus Global Invesment, di Ruang Saruli Kantor Kementerian ESDM, Senin (28/8/2023). Dokumentasi MNI. Foto by: Shiddiq

NIKEL.CO.ID, 28 AGUSTUS 2023 – Dalam mengejar target Net Zero Emission (NZE) pada 2060, selain baterai kendaraan listrik (Battery Electric Vehicle/BEV) berbahan bakar nikel, Kementerian ESDM juga berupaya mendorong penggunaan energi baru terbarukan dengan pengembangan hidrogen hijau.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) terkait investasi produksi hidrogen hijau di Indonesia antara PT PLN (Persero) dan PT Pupuk Iskandar Muda dengan Augustus Global Investment (AGI), mengatakan, pemerintah telah mempertimbangkan kontribusi hidrogen dalam transisi energi di Indonesia.

“Hidrogen hijau akan memainkan peran penting dalam dekarbonisasi sektor transportasi yang akan dimulai pada tahun 2031, dan sektor industri dimulai pada tahun 2041,” ujar Dadan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023). 

Menurutnya, hidrogen selama ini telah dimanfaatkan di Indonesia dalam sektor industri, terutama sebagai bahan baku pupuk. Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini berkisar 1,75 juta ton per tahun, dengan pemanfaatan didominasi untuk urea (88%), amonia (4%) dan kilang minyak (2%).

Dia menambahkan, sebagai kelanjutan dari dokumen strategi hidrogen nasional, saat ini Kementerian ESDM juga sedang menyusun dokumen peta jalan nasional hidrogen dan amonia yang berisi rencana penerapan hidrogen di Indonesia hingga tahun 2060.

“Yang mencakup regulasi, standar, infrastruktur, teknologi, supply-demand, dan lain-lain,” ujarnya. 

Atas MoU tersebut, Kementerian ESDM menyambut baik kerja sama ini, dan berharap agar kolaborasi ini dapat memperkuat dan meningkatkan upaya pencapaian ketahanan energi dan mempercepat transisi energi.

Terakhir, Dadan memberikan apresiasi atas kerja sama intensif yang dilakukan AGI dengan Mitranya. 

“Saya yakin semua kerja sama yang kita saksikan saat ini, akan memperkuat dan meningkatkan upaya kita dalam mencapai ketahanan energi berkelanjutan serta mendorong upaya kita untuk mempercepat transisi energi,” tutupnya.

Sekedar informasi, Augustus Global Investment (AGI) berencana untuk membangun Production Plant Green Hydrogen berkapasitas produksi 35.000 ton per tahun di Indonesia dan membutuhkan lahan 50 ha. 

Biaya investasi pembangunan infrastruktur produksi green hydrogen diperkirakan sebesar USD400 – 700 juta, tergantung dari bentuk akhir green hydrogen yang akan ditransportasikan (compressed hydrogen, liquid hydrogen, ammonia, atau bentuk lain).

“Kami sangat antusias dapat berinvestasi di Indonesia dan mendukung transisi Indonesia menuju masa depan energi bersih,” ujar CEO AGI Fadi Krikor.

Ini adalah MoU kedua antara Augustus Global Investasi dan PT PLN (Persero) untuk mengamankan pasokan energi ramah lingkungan.

Proyek tersebut akan berlokasi di SEZ Arun Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. Lokasi tersebut dipilih karena letaknya yang strategis, mengandung sumber energi terbarukan yang melimpah, dan dukungan kuat dari Pemerintah Indonesia. 

Melihat potensi Indonesia yang memiliki modal kuat untuk pengembangan hidrogen hijau, yakni potensi sumber daya energi terbarukan yang melimpah, dan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada pada jalur perdagangan internasional yang berpotensi kedepan menjadi hub hidrogen global. 

Untuk itulah pengembangan potensi hidrogen Indonesia dilakukan, dan nota kesepahaman tersebut mengenai lokasi dan penyediaan listrik untuk produksi hidrogen ramah lingkungan. 

Kembali ke nikel sebagai bahan baku utama baterai kendaraan listrik sebagai energi bersih ramah lingkungan, dapat meningkatkan permintaan nikel ke depan. 

Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury, mengatakannya, hal tersebut dianggap sebuah peluang, karena Indonesia termasuk sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

Setidaknya, Indonesia saat ini memiliki total cadangan nikel di dunia berkisar antara 26%-28%. Merupakan jumlah yang sangat signifikan. 

“Kalau kita lihat ini kesempatan dan ini menjadi visi Presiden Jokowi bagaimana Indonesia bisa menjadi salah satu atau bahkan justru menjadi sentral produksi bateri, khususnya di Asia,” ungkap Pahala dikutip CNBC Indonesia, Rabu (1/2/2023).

Nikel saat ini mempunyai peranan penting dalam transisi dari energi karena merupakan bahan baku energi ramah lingkungan seperti baterai kendaraan listrik.

Sejalan dengan itu, pemerintah memiliki ambisi besar dalam membawa Indonesia menjadi raja baterai dunia dengan melakukan hilirisasi pertambangan dan membentuk ekosistem kendaraan listrik.

Kendati demikian, Pahala menjelaskan, untuk mencapai hal itu, Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan, terutama dari sisi teknologi dan produksi. Jadi pengembangan teknologi menjadi salah satu tantangan untuk Indonesia. 

“Kuncinya bagaimana kita bisa bermitra dan membuat kerja sama yang win-win, bukan hanya mendatangkan teknologi, melainkan mengembangkan investasi,” jelasnya. 

Untuk hilirisasi nikel, investasi produksi baterai ditargetkan masuk bisa mencapai US$ 6 miliar atau mendekati Rp 90 triliun. Dia menyebutkan hilirisasi nikel menjadi baterai bisa memberikan nilai tambah hingga 55 kali.

Sementara tantangan dari sisi produksi, bahan baku baterai masih diperlukan impor, padahal Indonesia memilik sumbernya.

“Bauksit, alumina, lebih banyak impor padahal bauksit kita punya. Jadi kami mengharapkan dengan kolaborasi Antam dan Inalum menjadi upaya (hilirisasi) agar bauksit, bisa jadi alumina,” pungkasnya. (Shiddiq)