Beranda Berita Nasional Presiden Jokowi: Indonesia Emas 2045, Dibutuhkan Smart Execution dan Smart Leadership oleh...

Presiden Jokowi: Indonesia Emas 2045, Dibutuhkan Smart Execution dan Smart Leadership oleh Strong Leadership

270
0
Presiden Joko Widodo (Foto: presidenri.go.id)

NIKEL.CO.ID, 15 JUNI 2023—Gedung Djakarta Theater di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, dipakai Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan pesan penting kepada bangsa Indonesia. Di gedung yang pada 1970-an menjadi tempat paling megah di Kota Metropolitan itu pulalah Presiden meluncurkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, cita-cita menggapai “Indonesia Emas 2045”.

“Tahun 1970, saya belum menginjakkan kaki di Jakarta. Saya masih di Solo, masih di bantaran sungai. Rumah saya habis kena gusur dan masih ndeso banget toh. Tapi, tahun 2023 ini saya berdiri di sini sebagai Presiden Republik Indonesia,” kata Jokowi, yang langsung disambut tepuk tangan hadirin. 

Artinya apa? Dalam 50 tahun, ujarnya, perubahan signifikan sangat bisa terjadi jika kita berani, jika kita mau, dan jika kita punya nyali. Menurutnya, kita memerlukan nyali, tekad, usaha keras, dan bekerja keras untuk berani melakukan lompatan. Inilah yang kita perlukan.

Presiden juga mengingatkan kita untuk mengelola bonus demografi. Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030-an. Saat itu 68,3% dari total penduduk Indonesia berusia produktif.

“Puncak bonus demografi hanya akan terjadi satu kali dalam satu peradaban sebuah negara. Ini bisa menjadi peluang, tetapi bisa juga menjadi bencana kalau kita tidak bisa mengelolanya,” katanya mewanti-wanti.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menceritakan, sebuah negara di Afrika, tanpa menyebut nama negaranya, pada 2015 mendapatkan bonus demografi. Namun, karena tidak bisa mengelolanya, bonus tersebut  bukan menjadi berkah, sebaliknya menjadi bencana. Pengangguran melonjak hingga 33,6%. Bayangkan, lulusan S2 yang seharusnya menjadi guru karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, hanya menjadi tukang sapu.

“Kita tidak ingin terjadi seperti itu. Tapi, itu kita harus bekerja keras lagi. Kita harus bekerja keras memanfaatkan peluang ini. Kita harus punya perencanaan taktis. Bukan perencanaan, tapi perencanaan taktis. Visinya juga visi taktis. Punya strategi juga yang taktis. Karena, kita berkompetisi dengan negara lain. Punya strategi besar, tetapi strategi taktis. Itu yang dulu-dulu kita ga miliki,” ungkapnya.

Sekarang ini, Indonesia sudah lebih taktis dan lebih detail. Ia menekankan untuk tidak lagi memakai istilah-istilah yang absurd seperti yang dipakai dahulu: pengembangan, penguatan, dan  pemberdayaan.

“Harus to the point. Harus taktis. Untuk membawa kapal besar Indonesia menggapai cita-cita Indonesia Emas 2045,” katanya dengan suara tegas, yang langsung disambut tepuk tangan para hadirin, antara lain Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, para menteri, Panglima TNI, Kapolri, dab pejabat lainnya, serta para tokoh masyarakat, termasuk Ketua Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Komjen Pol. (Purn) Drs. Nanan Soekarna dan Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey.

Lima Besar Ekonomi Dunia

Rencana taktis, visi taktis, dan strategi besar yang taktis, kemudian berani mengeksekusinya adalah untuk membawa kapal besar bangsa Indonesia menggapai cita-cita Indonesia emas 2045, menjadi lima besar ekonomi dunia. Peluangnya, Jokowi menegaskan, ada. Hitung-hitungannya sudah di dengar semuanya, dari Bappenas, McKanzie, IMF, dan Bank Dunia.

Dia menambahkan, pendapatan nasional bruto (gross nastional income/GNI) per kapita sudah mencapai US$5.030 pada 2023. Diperkirakan pada Indonesia Emas 2045 akan di angka US$23 ribu sampai US$30.300 per kapita. Itu lompatannya. Tingkat kemiskinan sekarang ini meskipun sudah single digit, yaitu 9,57%. Angka itu masih tinggi. Pada 2045 diperkirakan di angka 0,5 sampai 0,8%. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut bukan hal yang mudah.

Untuk mencapai hal tersebut, menurut Presiden Jokowi, ada tiga hal pokok penting yang dipakai menjadi acuan: stabilitas bangsa, keberlanjutan dan berkesinambungan, dan pembangunan yang Indonesia sentris.

Ia menjelaskan, untuk meraih Indonesia Emas 2045, yang pertama, pentingnya menjaga stabilitas bangsa. Tidak ada satu negara pun yang berhasil mencapai sebuah kemakmuran saat kondisinya tidak stabil. Saat terpecah-belah, sebuah negara tidak akan mencapai kemakmuran. Negara itu berkonflik, tidak akan negara itu mencapai kemakmuran. Kisruh terus, tidak akan mencapai kemakmuran. Sekali lagi stabilitas.

“Kedua, harus ada keberlanjutan dan berkesinambungan. Kepemimpinan itu ibarat tongkat estafet. Bukan meteran pom bensin. Kalau meteran pom bensin itu ‘Pak, dimulai dari nol ya’. Apakah kita mau seperti itu? Ngga kan?” tanyanya.

Dan, yang ketiga yang penting, pembangunan Indonesia sentris. Hilirisasi industri sangat penting. Kalau hilirisasi berhasil, kita akan melompat. Membangun, misalnya urusan, hilirisasi mineral, membangun ekosistem EV, EV battery.

“Bagaimana yang dulu kita ekspor mentahan, nikel ekspor hanya mentahan. Kini bisa jadi katode, bisa jadi prekursor, bisa jadi lithium battery. Bagaimana mencapai ekosistem besarnya ini. Ini yang tidak mudah. Perlu kerja detail, perlu dicek terus di lapangan. Itu pun bisa melesat, apalagi tidak,” ujarnya lagi.

Presiden juga menyinggung hasil perkebunan yang jangan diekspor mentah-mentahan saja. Crude palm oil (CPO) harus dibuat barang setengah jadi dan jadi. Demikian pula rumput laut yang di Jerman bisa diolah menjadi biofuel.

Presiden Jokowi, seakan menjawab keraguan orang, menjelaskan kembali kebijakan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Sebanyak 56% penduduk Indonesia ada di Pulau Jawa dan yang terpadat itu Jakarta. Sebanyak 56% berarti 149 juta di Jawa, padahal ada 17 ribu pulau. Maka, perlu pemerataan. GDP ekonomi kita 58% itu ada di Jawa, yang 17 ribu pulau yang lainnya diberi bagian apa?

Beban jakarta itu sudah sangat terlalu padat. Padat sekali. Sebagai kota pendidikan, kota pariwisata, kota bisnis, kota ekonomi, sebagai kota pemerintahan. Macet kita semua sekarang ini di mana-mana. Oleh sebab itu, beban harus dikurangi.

“Pemerataan harus dilakukan. Tidak dalam jangka setahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun, atau lima tahun yang akan datang. Tetapi, kita harus melihat visi yang jauh ke depan. Oleh sebab itu, hilirisasi, IKN harus diperkuat, harus dilanjutkan,” katanya tegas.                      

Jebakan Negara Berpendapatan Menengah

Sumber daya manusia (SDM) menjadi kekuatan besar kita. Tetapi, ia mengingatkan, jangan hanya menang dari segi jumlah. Kualitas SDM-nya, baik secara fisik, skill, karakter produktif dan disiplin harus dibenahi total, termasuk penguasaan iptek.

Korea Selatan, katanya memberi contoh, dalam 8 tahun mampu keluar dari midle income trap (jebakan negara berpendapatan menengah). Pada 1987 GDP mereka masih di angka US$3.500, kemudian, delapan setelah itu, 1995, melompat menjadi US$11.800. Lompatan seperti inilah yang perlu ditiru, perlu kita contoh. Karena apa? Karena, kualitas SDM-nya yang folus pada teknologi dan produktivitas.

Indonesia emas tidak bisa hadir otomatis. Tapi, butuh direncanakan dengan baik, butuh fokus yang sama. Butuh panduan, butuh haluan. Sehingga, RPJPN yang baru diluncurkan dapat mejadi pedoman kita bersama. Pedoman kita ada di situ. Dan, terlepas dari itu semua, bagaimanapun baiknya sebuah perencanaan apabila tidak dibarengi kemampuan eksekusi yang baik, tidakada artinya..

“Oleh sebab itu, untuk mencapai Indonesia Emas 2045 sangat dibutuhkan smart execution dan dibutuhkan smart leadership oleh strong leadership. Yang berani dan pandai mencari solusi dan yang punya nyali,” tutur Presiden Jokowi seraya mengakhiri sambutannya. (Rusdi)

Artikulli paraprakMenko Marves Dorong Populasi Kendaraan Listrik (EV) Capai 10 Persen 2030 
Artikulli tjetërRida Mulyana: Ditjen Minerba Ingin Kerja Cepat, Cermat, dan Produktif Sikapi Masalah Surveyor