NIKEL.CO.ID, 14 JUNI 2023 – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemurnian Bauksit Alumina Indonesia (AP3BAI), Ayi Paryana, mengatakan, larangan ekspor bauksit akan memberikan dampak terhadap terganggunya ekonomi para penambang, kontraktor dan berkurangnya pendapatan negara.
Hal ini disampaikannya dalam rapat Kelompok Kerja (Pokja) dari kelompok l tentang Kondisi Existing Minerba (Mineral dan Batubara) yang diadakan oleh Kamar Dagang Indonesia (Kadin) untuk mendengarkan masukan dari pelaku-pelaku usaha melalui asosiasi ALB (anggota Luar Biasa) Kadin Indonesia khususnya di sektor hulu Minerba terhadap hasil pertemuan-pertemuan tersebut.
“Bila pelarangan bauksit secara penuh dilakukan pada Juni 2023, ditengah industri hilir bauksit yang belum mampu menyerap produksi bauksit nasional akan berdampak pada industri pertambangan dan para kontraktor yang akan terganggu,” kata Ketum AP3BAI Ayo Paryana, dalam rapat tersebut, di Ruang Mochtar Riady, Menara Kadin Indonesia lantai 29, Jakarta Selatan, Rabu (14/6/2023).
Menurutnya, kondisi existing pertambangan bauksit saat ini sedang menyoroti pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020, khususnya Pasal 170 ayat A poin 1, dimana penjualan mineral logam yang belum dimurnikan ke luar negeri akan berakhir per 10 Juni 2023.
“Itu 3 tahun setelah diundangkan, artinya pasca 10 Juni tidak ada lagi penjualan ore bauksit yang belum dimurnikan,” ujarnya.
Dia memaparkan, untuk ekspor berdasarkan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) 2022 produksi bauksit ini berasal dari 19 Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang total mencapai 48.982.000 ton.
“Sedangkan realisasi penjualan hanya mencapai 17,6565 juta ton,” paparnya.
Kemudian, ia menjelaskan, untuk smelter existing yang beroperasi saat ini berjumlah 4 dengan kapasitas in put ore mencapai 13,8 juta ton per tahun.
“Artinya ada sekitar 35 juta yang biasanya bisa di ekspor terdampak larangan UU,” jelasnya.
Ketum AP3BAI menerangkan, untuk smelter baru yang dalam waktu dekat bisa beroperasi berdasarkan progres yang paling baik, yaitu Smelter PT Bintan Alumina Indonesia (BAI), yang merupakan anggota Mining Industry Indonesia (MIND ID) di Mempawah antara PT Antam dan Inalum dengan kapasitas in put tiga juta ton per tahun. Sesuai rencanan smelter baru ini akan beroperasi pada akhir tahun 2024.”
Jika diasumsikan Smelter Grade Alumina (SGA) PT BAI yang akan beroperasi mampu menyerap produksi 16,883 juta ton per tahun atau 32,1 juta ton bauksit yang tidak terserap,” terangnya.
Selain itu, tambah dia, dari sosio ekonomi khususnya masyarakat di Kalimantan Barat, Kepri dan Kalimantan Tengah akan terganggu mata pencahariannya yang bekerja sebagai penambang bauksit.
“Potensi berkurangnya pendapatan negara dan daerah Khususnya di kalbar Karena 60 persen kapasitas disana akan terdampak secara signifikan,” pungkasnya. (Shiddiq)