NIKEL.CO.ID, 30 MEI 2023-Tema: “Bagaimana Produsen Nikel Dapat Membantu Indonesia Menjadi Pemimpin di Industri EV Battery” disajikan Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey saat menjadi pembicara di 2023 Indonesia International Nickel and Cobalt Industry Chain Summit di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (30/5/2023).
Indonesia memang sedang mengejar mimpinya menjadi salah satu negara produsen baterai EV terbesar dunia. Dari progres industri baterai saat ini, pemerintah memperkirakan Indonesia sudah bisa memproduksi baterai EV di 2025. Dua tahun kemudian, bisa menjadi produsen baterai EV dunia.
Meidy Katrin Lengkey mengajak peserta konferensi sejenak mengintip kondisi pernikelan di Indonesia. Sebagai organisasi yang mewadahi para penambang bijih nikel di Indonesia, APNI sinergi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, Kementerian Keuangan, dan pemerintah daerah.
“APNI juga menjalin kolaborasi dengan asosiasi dan organisasi internasional, di antaranya dengan London Metals Exchange, Argus Media, Wood Mackenzie, Institusi dan lembaga penelitian, konsultan internasional, Shanghai Metals Market, FerroAlloy dan Asian Metals, perguruan tinggi, dan lembaga hukum,” kata Meidy.
Tak hanya itu, APNI ikut mensosialisasikan regulasi pemerintah, menyelenggarakan training of trainers, workshop, study tour, dan bea siswa. APNI pun kerap diundang sebagai pembicara tentang pernikelan, baik di dalam dan luar negeri.
Meidy mengutarakan, Indonesia saat ini tidak hanya sebagai negara penghasil sumber daya dan cadangan bijih nikel terbesar dunia. Saat ini Indonesia tercatat sebagai Top Ten Nickel Producers in The World. Indikatornya, perusahaan-perusahaan besar dari negara lain membangun bisnis di industri hilir di Indonesia, yakni Tsingsan, Delong, Nornckinel, Jinchuan, Vale, Glencore, Xinhai, Sumitomo, Nickel Industrises, dan CNGR.
“Cadangan terukur nikel kadar tinggi atau saprolit Indonesia 930 juta ton. Pada 2022 jumlah pabrik pirometalurgi yang mengolah saprolit ada 50 pabrik, dengan kebutuhan 101 juta ton bijih nikel. Pabrik pirometalurgi memproduksi NPI dan FeNi untuk stainless steel,” terang Meidy.
Sedangkan cadangan terukur bijih nikel kadar rendah atau limonit sekitar 3,6 miliar ton. Saat ini sudah beroperasi empat pabrik hidrometalurgi yang memakan limonit untuk diproduksi MHP, lalu diproses nikel sulfat sebagai bahan baku prekursor dan katoda baterai kendaraan listrik.
Meidy mengakui, baik pabrik pirometalurgi maupun hidrologi saat ini masih memproduksi intermediatte product. Belum menjadi barang jadi. Semuanya masih berproses, jika dilihat dari perkembangan pabrik terintegrasi baterai listrik saat ini.
“86 persen dari volume kandungan bijih nikel yang diproduksi oleh smelter Indonesia diekspor dalam bentuk NPI dan FeNi. Sebanyak 80 sampai 90 persen volume NPI dan FeNi diekspor ke China dengan menggunakan indeks harga Shanghai Metals Market MM. Sementara perhitungan Harga Patokan Mineral (HPM) Nikel di Indonesia masih mengacu kepada rata-rata tiga bulan terakhir harga nikel di London Metal Exchange (LME),” tutur Meidy.
Indonesia, imbuhnya, saat ini sedang menyusun formulasi untuk menghitung penentuan harga komoditas nikel. Indonesia sedang mempersiapkan pembentukan Indonesia Nickel Price Index.
Meidy menekankan, Indonesia harus segera membuat INPI, sehingga mempunyai brand sendiri. Nama Indonesia pun akan semakin menggaung di dunia luar terkait kebutuhan bijih nikel untuk new energy baterai electric vehicle (EV) maupun untuk produk stainless steel.
“Jadi, semua nickel conten dari Indonesia harus mengacu kepada harga Indonesia,” ujarnya.
Pembentukan INPI diharapkan bisa menyelesaikan konflik di antara hulunisasi dan hilirisasi, karena sudah terjadi fairness transaction. Ada namanya keadilan pengusahaan hulu maupun hilir. Selain itu, dapat memicu penerimaan negara dari sektor pajak dari transaksi hasil penjualan dan pembelian bijih.
Mengenai fomulasi INPI, Meidy menerangkan, tentunya Indonesia harus mengacu sekaligus meminta masukan dari para pakar dunia yang sudah lebih dulu membuat formula untuk komoditas mineral. Di antaranya dari London Metal Exchange (LME), Shanghai Metals Market di China, Argus Media di London, hingga beberapa perusahaan besar dunia yang sudah lebih dulu membuat acuan formulasi harga mineral.
“Formulasi acuan harga mineral ini yang harus kita pelajari dari mereka, dan kita mengundang mereka sehingga bisa membantu Indonesia dalam rangka penentuan formula acuan yang tepat, baik dari sisi produser, user, trader, dan dari sisi seluruh stakeholder. Sehingga semua merasa fair terhadap penentuan formula harga dari produk hulu sampai hilir,” tuturnya.
Karena itu, lanjutnya, harus segera dicanangkan tentunya dengan berkolaborasi dengan seluruh pihak, sehingga nama Indonesia semakin berkibar , khususnya apapun yang berkaitan dengan nikel Indonesia adalah harga Indonesia. (Syarif)